OBAT GENERIK VS OBAT PATEN

Tak bisa dipungkiri, sekarang obat sudah menjadi suatu hal yang tidak asing dalam kehidupan sehari-hari dan bahkan menjadi salah satu kebutuhan bagi masyarakat yang sakit. Obat berperan penting dalam melindungi dan memulihkan kesehatan serta membantu memelihara dan meningkatkan kualitas hidup. 

Secara umum kita mengetahui ada yang namanya obat paten dan generik. Obat paten adalah obat jadi dengan nama dagang yang sudah terdaftar dan hanya diproduksi oleh industri yang memiliki hak paten terhadap obat tersebut yang mana masa berlaku obat paten di Indonesia adalah 20 tahun). Selama kurun waktu tersebut perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan pemilik paten. Setelah habis masa patennya obat tersebut dapat diproduksi oleh semua industri farmasi. Obat inilah yang disebut obat generik (generik = nama zat aktifnya). 

Obat Generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik ini dibagi lagi menjadi dua yaitu obat generik dan obat generik bermerek/bernama dagang. Obat generik bermerek/bernama dagang adalah obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan. 

Penggunaan obat generik itu dianggap rendah dikalangan masayarakat karena obat generik dipandang sebelah mata oleh masyarakat yang beranggapan bahwa obat paten lebih berkualitas dari pada obat generik yang murah dan tidak berkualitas. Berdasarkan data Riskesdas 2013, secara nasional terdapat 31,9% rumah tangga yang mengetahui atau pernah mendengar mengenai obat generik. Dari jumlah tersebut sebagian besar (85,9%) tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang obat generik. Padahal, pemerintah telah lama mewajibkan fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, dan apotik menyediakan obat generik, diikuti dengan kewajiban bagi dokter yang bekerja di rumah sakit pemerintah untuk meresepkan obat generik. Informasi tentang kualitas obat generik pun disampaikan kepada masyarakat melalui iklan-klan di media massa. Tetapi selama itu pula masyarakat masih meragukan informasi ini. Masyarakat maupun praktisi kesehatan pun terpecah menjadi dua kelompok dalam menilai kemanjuran obat generik dan paten. Kelompok pertama memandang kedua obat tersebut mempunyai kemanjuran yang sama, sebaliknya kelompok  kedua, obat paten lebih manjur dari pada generik.

Secara umum harga obat bermerek lebih mahal dibandingkan obat gernerik karena terdapat komponen biaya promosi yang cukup tinggi. Selain itu harga obat bermerek biasanya ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar dengan memperhitungkan harga kompetitor dari perusahaan obat yang sama sedangkan harga obat generik ditetapkan oleh pemerintah melalui Kementrian Kesehatan. 

Meskipun berbeda dari segi harga, mutu obat generik tidak perlu diragukan karena setiap obat generik juga mendapat perlakuan yang sama dalam hal evaluasi terhadap pemenuhan kriteria khasiat, keamanan, dan mutu obat (BPOM RI, 2014). Semua obat yang beredar harus lolos uji bioekuivalensi. Uji ini membandingkan beberapa parameter kemanjuran obat suatu produk baru, dengan produk inovator (pernah paten) dan dibuat suatu persyaratan tertentu untuk menganggap bahwa produk baru kemanjurannya sama dengan produk inovator (bioekuivalens). Suatu produk baru tidak harus mempunyai parameter kemanjuran yang 100% sama dengan produk inovator untuk dikatakan bioekuivalens.

Kemanjuran suatu produk akan dirasakan ketika obat tersebut mengalami 2 proses: (1) melarut (release) dalam cairan usus, kemudian (2) menembus usus masuk ke dalam darah. Masuknya obat ke dalam darah (menembus usus) adalah proses yang dialami secara individual satiap molekul terlarut. Ketika molekul sudah terlarut maka sifat dari produk (yang mengandung tidak hanya zat aktif, tetapi juga bahan tambahan) sudah tidak berpengaruh lagi. Sifat individual molekul yang berpengaruh. Artinya baik obat tersebut berasal dari produk paten maupun generik, mahal ataupun murah, ngetop maupun tidak, ketika senyawanya sama maka akan sama pula memampuan menembusnya.

Proses larutnya obat sangat dipengaruhi oleh bagaimana obat (zat aktif tersebut) dibuat dalam suatu formula bentuk sediaan. Ada dua sifat yang ada dari sutu bentuk sediaan, (1) sifat fisika bentuk sediaan, misalnya kekerasan tablet, waktu hancur tablet, dan kerapuhan tablet, (2) karakter disolusi tablet yang menunjukkan seberapa mudah zat aktif larut (release). Sifat fisik sangat mudah untuk dikontrol. Semua industri farmasi mempunyai kemampuan untuk itu. Karakter disolusi bukanlah hal yang mudah untuk dikontrol. Bisa jadi produk yang sudah hancur (waktu hancurnya bagus) tetapi obat belum terlarut, dan pada kondisi ini zat aktif belum dapat diserap oleh darah dengan mudah.

Sifat kelarutan zat aktif, sangat menentukan karakter disolusi. Obat yang memiliki kelarutan lebih dari 1% tidak mengalami masalah dalam proses disolusi, asalkan waktu hancurnya bagus, dan ini bisa dicapai oleh semua industri farmasi. Sebaliknya obat yang kelarutannya kurang dari 1%, mempunyai problem dalam proses disolusi. Tidak semua industri farmasi mempunyai kemampuan untuk mengatasi hal ini, karena alasan teknologi dan biaya, tetapi beberapa industri farmasi sudah mempunyai kemampuan dalam memperbaiki karakter disolusi. Teknologi yang dipakai tidak harus dicantumkan dalam informasi produk maupun dalam registrasi, sehingga tidak dengan mudah ditiru oleh kompetitor.

Jadi, mana yang lebih baik generik atau paten? Untuk menjawab pertanyaan tersebut obat kita bagi menjadi dua. Obat dengan zat aktif yang mudah larut (1 gram perlu air maksimal 100 gram untuk melarutkannya) dan obat yang sulit larut (1 gram perlu lebih dari 100 gram air). Pada obat golongan pertama hampir semua industri mempunyai kemampuan yang sama dalam memformulasikan menjadi produk. Dalam hal ini obat generik dan paten mempunyai tingkat kemanjuran yang sama, apalagi ketika dibuat dalam bentuk sirup. Jika obat yang seperti ini antar produk mempunyai harga yang bervariasi maka aspek lain yang lebih menentukan harga, misalnya efisiensi produksi atau biaya promosi. Pada obat golongan kedua (obat yang kelarutannya kecil) maka antar industri akan berlomba, karena masih ada celah yang cukup lebar untuk memperbaikinya. Pada kondisi ini kemampuan industri berbeda-beda. Ada peluang yang besar antara generik dan paten mempunyai tingkat kemanjuran berbeda, dan kalau harganya jauh berbeda adalah hal yang wajar. Penggantian produk obat (ganti merk lain atau ganti generik) akan mempengaruhi hasil terapi, dan menjadi beresiko jika obat tersebut sangat berpengaruh terhadap kehidupan (drug for life-threatening disease).

Sumber

Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 Tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah

Binarjo, A. 2013. Benarkah Obat Generik Dan Paten Sama? . Diakses  dari Warta Utama UAD

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Ri. 2013.  Riset Kesehatan Dasar tahun 2013

Penulis: 
lia Lestari, S.Farm., Apt
Sumber: 
Apt. Apoteker RS.dr Samsi Jacobalis Prov. Babel

Artikel

30/09/2025 | Veka Padila,S.Kep.,Ns
29/09/2025 | Riza pahlepi putrawansyah
29/09/2025 | Ns. Nurya, S.Kep.
29/09/2025 | Ns. Nurya, S.Kep
18/06/2022 | Gita Riskika,S.Farm.,Apt
30/06/2016 | Wieke Erina Ariestya, S.Kep.Ners
30/11/2022 | Zurniaty, S. Farm., Apt
18/06/2022 | Gita Riskika,S.Farm.,Apt

ArtikelPer Kategori