UPAYA MENGURANGI DAMPAK BURUK PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIK

Salah satu dampak buruk dari Pengguna Napza Suntik (Penasun) yang banyak terjadi yaitu tingginya angka penularan HIV dan penyakit lain yang ditularkan melalui darah. Hal ini merupakan sebagian dari dampak perilaku menyuntik yang tidak steril. Belajar dari peristiwa tersebut mendorong dilakukannya penanggulangan HIV dan AIDS pada Penasun. Adapun upaya yang dilakukan untuk mengurangi penularan HIV pada Penasun lebih dikenal dengan istilah harm reduction (pengurangan dampak buruk pada Penasun). Istilah ini sebenarnya sudah muncul cukup lama yaitu pada awal Tahun 1970an, dimana sebuah klinik ketergantungan obat memberikan resep heroin kepada para pengguna yang menjalani perawatan. Bermula dari layanan tersebut menjadi awal mula sejarah pengurangan dampak buruk pada Penasun, yang kemudian terus berkembang terutama terkait dengan permasalahan adiksi dan epidemi HIV AIDS.

Pengurangan dampak buruk pada Penasun didefinisikan World Health Organization (WHO) sebagai konsep, yang digunakan dalam wilayah kesehatan masyarakat, yang bertujuan untuk mencegah atau mengurangi konsekuensi negatif kesehatan yang berkaitan dengan perilaku. Yang dimaksud dengan perilaku yaitu perilaku penggunaan Napza dengan jarum suntik dan perlengkapannya (jarum suntik dan peralatan untuk mempersiapkan Napza sebelum disuntikkan). Komponen pengurangan dampak buruk pada pengguna Napza suntik merupakan intervensi yang holistik/komprehensif yang bertujuan untuk mencegah penularan HIV dan infeksi lainnya yang terjadi melalui penggunaan perlengkapan menyuntik untuk menyuntikkan.

Di Indonesia Pengurangan dampak buruk penggunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) suntik mulai menjadi perhatian pada Tahun 1999, hal ini dimulai setelah adanya peningkatan kasus penularan HIV dan AIDS melalui penggunaan jarum dan peralatan suntik yang tidak steril secara bergantian/bersama pada kelompok Penasun. Dengan seiring waktu dan dengan hal tersebut muncul pemikiran bahwa telah saatnya Indonesia memerlukan intervensi untuk mencegah penularan HIV pada kelompok Penasun. Pengurangan dampak buruk pada Penasun menjadi sebuah konsep intervensi penanggulangan HIV dan AIDS pada Penasun untuk diterapkan di Indonesia.

Pengurangan dampak buruk penggunaan NAPZA terutama yang menggunakan jarum suntik menjadi salah satu prioritas dan pendekatan dalam penanggulangan HIV dan AIDS. Pada Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS disebutkan juga pengurangan dampak buruk NAPZA sebagai salah satu pendekatan yang harus dilakukan dalam penanggulangan HIV dan AIDS pada Penasun. Untuk memenuhi kebutuhan di lapangan, Kementerian Kesehatan mengeluarkan pedoman pengurangan dampak buruk melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 567/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman

Pedoman tersebut akan selalu disempurnakan kembali mengingat upaya pengurangan dampak buruk pada Penasun saat ini semakin berkembang dan mencakup berbagai layanan yang lebih luas. Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 15 ayat (6) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 dan untuk dapat terselenggaranya layanan komprehensif serta sesuai dengan perkembangan program pengurangan dampak buruk pada penggunaan NAPZA suntik di lapangan maka diperlukan pembaharuan pedoman pelaksanaan pengurangan dampak buruk pada Penasun.

Strategi Pengembangan Program Pengurangan Dampak Buruk pada Pengguna Napza Suntik

Salah satu upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat infeksi HIV pada Penasun serta meningkatkan kualitas hidup ODHA yaitu dengan strategi pengembangan program pengurangan dampak buruk pada Penasun. Strategi dasar yang dikembangkan diantaranya:

  1. Penyediaan layanan yang berbasis hak

Pemenuhan hak atas kesehatan bagi seluruh warga negara Indonesia dipenuhi dan diatur oleh Undang-Undang tentang Kesehatan, maka program pengurangan dampak buruk pada Penasun dikembangkan dalam bentuk program-program yang mendukung kebutuhan terkini yaitu layanan pengobatan, dukungan dan perawatan terkait HIV dan AIDS dan infeksi penyerta seperti IMS, koinfeksi TB-HIV dan HIV-Hepatitis C serta layanan pencegahan penularan HIV untuk populasi Penasun dan pasangannya. 

  1. Mengoptimalkan Modalitas Penyediaan Layanan
  1. Berbasis Institusi

Pelaksanakan komponen-komponen dalam strategi paket intervensi komprehensif tersebut di atas, maka penyediaan layanan perawatan dan pengobatan medis diselenggarakan oleh institusi kesehatan baik yang berasal dari pemerintah maupun swasta. Pendekatan ini dilakukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan.

  1. Berbasis Komunitas

Pelaksanakan komponen-komponen lain seperti penjangkauan, pendampingan, serta pengorganisasian komunitas diselenggarakan oleh kelompok masyarakat termasuk komunitas Penasun.

  1. Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pelaksanaan pengurangan dampak buruk pada Penasun 

Selain perilaku menyuntik dan kontak seksual yang tidak aman, ada faktor struktural seperti faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya yang juga dapat berpengaruh terhadap kerentanan penularan HIV pada Penasun dan pasangannya. Dengan adanya pengembangan lingkungan yang kondusif dalam program pengurangan dampak buruk pada Penasun atau intervensi struktural diharapkan dapat mengurangi hambatan struktural terhadap akses pelayanan pencegahan, perawatan dan pengobatan. Melalui intervensi struktural, diharapkan kualitas pelayanan terkait dengan HIV dan AIDS dan dukungan sosial terhadap penanggulangan HIV dan AIDS semakin meningkat.

  1. Layanan Komprehensif dan Berkesinambungan Pengurangan Dampak Buruk pada Pengguna Napza Suntik 

Dalam pembangan Pengurangan dampak buruk pada Penasun menggunakan pola komprehensif, berkesinambungan, dan terintegrasi dengan pelayanan dan sektor-sektor lain. Atas dasar situasi dan dinamika epidemi HIVAIDS pada populasi Penasun, WHO/UNODC/UNAIDS mengembangkan rekomendasi paket komprehensif program pengurangan dampak buruk pada Penasun yang terdiri dari 9 (sembilan) komponen agar layanan kepada Penasun bisa lebih tepat guna dan tepat sasaran serta memperhatikan lingkungan yang dibutuhkan bagi Penasun untuk mendapatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Rekomendasi ini merupakan penyempurnaan dari rekomendasi sebelumnya yang terdiri dari 12 (dua belas) komponen. Kerangka intervensi tersebut terdiri dari komponen-komponen program sebagai berikut:

  1. Layanan Alat Suntik Steril (LASS)
  2. Terapi Substitusi Opioida dan Perawatan Napza lainnya
  3. Konseling dan Tes HIV (KT HIV)
  4. Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Menular Seksual
  5. Promosi kondom untuk Penasun dan pasangan seksualnya
  6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang diarahkan secara khusus kepada Penasun dan pasangan seksualnya 
  7. Terapi Antiretroviral 
  8. Vaksinasi, Diagnosis dan Terapi untuk Hepatitis
  9. Pencegahan, Diagnosis dan Terapi untuk Tuberkulosis

Sementara itu, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS menyebutkan bahwa penyelenggaraan pengurangan dampak buruk pada Penasun meliputi:

  1. layanan alat suntik steril dengan konseling perubahan perilaku serta dukungan psikososial;
  2. mendorong Penasun khususnya pecandu opioida menjalani terapi rumatan opioida dan terapi ketergantungan Napza lainnya;
  3. mendorong Penasun untuk melakukan pencegahan penularan seksual; dan
  4. layanan konseling dan tes HIV serta pencegahan/imunisasi hepatitis.

Mengacu pada Permenkes Nomor 21 Tahun 2013 dan rekomendasi paket komprehensif penanggulangan HIV dan AIDS bagi Penasun dari WHO/UNODC/UNAIDS di atas maka paket komprehensif dalam pedoman ini diadaptasi dan dikategorikan ke dalam empat bentuk penyelenggaraan pengurangan dampak buruk yang telah ditetapkan.

Prinsip utama yang menjadi dasar dalam implementasi paket komprehensif ini adalah keterpaduan diantara intervensi yang dikembangkan. Keterkaitan dan koordinasi diantara berbagai intervensi menjadi faktor yang menentukan efektivitas dan efisiensi dari program penanggulangan HIV/AIDS bagi kelompok Penasun. Pengembangan sistem rujukan yang kuat menjadi tuntutan mendasar untuk menerapkan prinsip keterpaduan ini.

Untuk mendukung efektivitas pengurangan dampak buruk Penasun, kegiatan pendukung harus dilakukan adalah kegiatan penjangkauan (outreach). Intervensi ini merupakan pondasi yang sangat efektif untuk mengakses kelompok-kelompok Penasun yang tersembunyi. Intervensi pendukung lain yang perlu dilakukan adalah manajemen kasus bagi Penasun yang diketahui HIV positif dan penyediaan rumah singgah atau drop in center.

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2015 Tentang Pengurangan Dampak Buruk Pada Pengguna Napza Suntik.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Tentang Narkotika. Jakarta

Penulis: 
Ns. MARDIAH S. Kep
Sumber: 
Perawat RSJD dr Samsi Jacobalis

Artikel

14/04/2025 | Ns. Rosita, Am.Kep.,S.Kep
10/04/2025 | Enser Rovindo, S.Kep.Ners
19/03/2025 | Angga Kusuma,AMK
19/03/2025 | Veka Padila,S.Kep.,Ns
19/03/2025 | Sari Anggun Feby Royanti, S.Kep. Ners
18/06/2022 | Gita Riskika,S.Farm.,Apt
30/06/2016 | Wieke Erina Ariestya, S.Kep.Ners
30/11/2022 | Zurniaty, S. Farm., Apt
18/06/2022 | Gita Riskika,S.Farm.,Apt

ArtikelPer Kategori