Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk itu diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan kesehatan demi terwujudnya kesehatan jiwa yang optimal. Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi yang meliputi perkembangan fisik, mental, spiritual dan sosial dari seorang individu. Kondisi perkembangan tersebut tentunya dapat berjalan dengan optimal sehingga seorang individu menyadari kemampuan diri, mengatasi tekanan, produktif, dan memberikan kontribusi bagi komunitasnya.
WHO (World Health Onrganization) memperkirakan sebanyak 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, terdapat sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya (Wakhid, 2013). Suatu studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai hubungan yang dekat dengan penderita skizofrenia mempunyai kesempatan 1 dalam 10 anggota keluarga lainnya yang juga akan mengalami gangguan jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa faktor dari stuktur keluarga, genetik dan biochemical dipercayai berkombinasi dalam menentukan mudahnya/rapuhnya seseorang untuk mengalami masalah kesehatan jiwa.
Ketidaksiapan keluarga dalam menghadapi masalah ini tentunya menjadikan keluarga memberikan respon tidak efektif pada klien. Sebagian dari cara keluarga dalam mengurangi perasaan-perasaan tertekan, kecemasan, stress atau konflik adalah dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri baik yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar. Semua anggota akan keluarga saling mempengaruhi melalui interaksi dan saling memberikan dukungan dalam memperlihatkan fungsi dasar yang perlu untuk kesejahteraan keluarga. Jika semua anggota keluarga memiliki pengaruh yang positif, maka mereka akan mempunyai rasa, pengakuan diri dan harga diri yang positif, dan hal ini tentunya akan menjadi produktif sebagai anggota masyarakat.
Keliat (1996) mengatakan bahwa apabila seseorang yang mengalami gangguan jiwa mempunyai kemampuan adaptasi yang baik selama di rumah daripada di rumah sakit. Karena klien yang dirawat di rumah karena akan lebih mendapat dukungan dan perawatan dari keluarga. Kekambuhan ini dapat dicegah dan diantisipasi dengan melibatkan keluarga dalam perawatan klien dirumah melalui program terapi keluarga yakni psikoedukasi dan psikoterapi. Terapi keluarga (family therapy) adalah suatu teknik yang digunakan dalam pendekatan psikoterapi. Hal ini bertujuan membantu anggota keluarga dalam mencapai pengertian yang mendalam untuk mengatasi permasalahan mereka dan merubah perilaku dan emosi dari yang disfungsi ke arah yang lebih sehat. Salah satu terapi yang dapat digunakan untuk mengintervensi keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami skizofrenia adalah terapi psikoedukasi. Terapi psikoedukasi merupakan suatu pemberian pendidikan kepada seseorang yang mendukung treatment dan rehabilitasi.
Terapi psikoedukasi diperlukan bagi keluarga dengan skizofrenia karena mengingat dampak yang seringkali ditimbulkan sangat bervariatif. Mulai dari dampak social seperti tindakan diskriminasi oleh masyarakat, tindakan pengucilan sampai dengan adanya pemasungan yang berdampak pada kondisi fisik klien. Selain itu dampak ekonomi pun mengikuti seperti penurunan produktifitas hingga tingginya biaya untuk perawatan klien skizofrenia. Sehingga program terapi psikoedukasi yang difokuskan bagi keluarga dengan klien skizofrenia diharapkan akan mampu menurunkan dampak yang ditimbulkan. Wiyati (2010) menyatakan bahwa terapi psikoedukasi terbukti efektif bagi keluarga klien skizofrenia, keluarga klien dengan bipolar disorder, keluarga klien dengan ketergantungan Napza serta keluarga klien dengan depresi.
Referensi
Keliat, Budi A., et al. 2015. Modul Family Psychoeducation Therapy (Terapi Psikoedukasi Keluarga) Pada Klien Skizofrenia. Depok : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Wakhid, A, dkk. (2013). Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Social Pada Klien Isolasi Social Dan Harga Diri Rendah Dengan Pendekatan Model Hubungan Interpersonal Peplau Di Rs Dr Marzoeki Mahdi Bogor. Jurnal Keperawatan Jiwa, 1, (1)
Wiyati, R, dkk. (2010). Pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap kemampuan keluarga dalam merawat klien isolasi social. Jurnal keperawatan soedirman, 5, (2)