Kekerasan seksual pada anak usia dini beberapa tahun belakangan ini semakin marak terjadi sehingga membuat miris bagi orang tua, pendidik, maupun praktisi pendidikan, karena hal tersebut pasti akan berdampak bagi masa depan anak. Pemicu kekerasan seksual yang terjadi pada anak selama pandemi Covid-19 meningkat 60%, pelakunya adalah orang terdekat. Hal tersebut disebabkan pola asuh orang tua yang belum tepat. Disamping itu anak korban perceraian serta orang tua yang meninggalkan anak juga menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual pada anak. Tak hanya itu, orang tua yang belum matang akibat pernikahan dini juga berpotensi menciptakan kekerasan pada anak. Semua itu didasarkan pada minimnya pemahaman parenting mengenai pendidikan seksual pada anak.
Pendidikan seksual merupakan suatu keterampilan dan pengetahuan yang perlu diberikan sedini mungkin kepada anak mengenai perilaku seksual untuk menghadapi hal-hal yang akan terjadi di masa depan seiring bertambahnya usia serta membentuk karakter dan pola perilaku agar mampu terhindar dari perilaku-perilaku yang beresiko terhadap pelecehan seksual maupun perilaku seksual menyimpang. Sigmund Freud ahli psiko analisa menyatakan bahwa terdapat 5 fase atau tahapan perkembangan seks diantaranya fase oral, fase anal, fase phallic, fase laten dan fase genital. 1). Fase Oral (0-2 tahun), pada tahap ini pemenuhan kenikmatan seksualitas awal anak berada di daerah sekitar mulut seperti saat menyusu pada ibu atau pun memasukkan benda-benda kedalam mulut 2). Fase Anal (2-3 tahun) fase ini berlangsung saat pemenuhan kenikmatan seksual anak berada pada daerah anus dan sekitarnya contohnya ketika anak buang air besar atau kecil 3). FasePhallic (3-6 tahun) menjelaskan bahwa kenikmatan seksual dialami anak saat alat kelaminnya mengalami sentuhan atau rabaan dan fase ini anak telah mulai mengenali perbedaan lawan jenis, 4). Fase Laten (6-11 tahun), fase ini aktivitas seksual yang dialami anak telah mulai berkurang dikarenakan anak sedang focus pada perkembangan fisik dan kognitifnya karena mereka mulai memasuki masa sekolah, 5). Fase genital (12 tahun keatas), merupakan fase terakhir tahap perkembangan psiko seksual, hal ini dikarenakan organ seksual dan hormone seksual pada diri anak mulai aktif sehingga anak sudah menikmati aktivitas seksual secara sadar.
Tahapan perkembangan seks ini saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri. Perkembangan manusia selalu terhubung antara perkembangan aspek biologis, social dan emosional. Aspek-aspek ini mendukung terbentuknya kematangan seksual.
Adapun persoalan bagi anak usia dini mengenai pendidikan seks yaitu mendapatkan pengetahuan dan pengajaran pun hanya sebatas announcement (pemberitahuan) dalam perbedaan toilet laki-laki dan perempuan. Untuk pengenalan pendidikan seks hanya melalui media boneka. Disamping itu orangtua dan guru kebingungan untuk mengajar pendidikan seks ke anak karena dirasa tabu serta minimnyapengetahuandan media tentangpendidikanseksdalammengajarkankepadaanak.
Cara sederhana untuk mengenalkan pendidikan seks pada anak yang pertama bisa melalui boneka, nanti melalui boneka kita bisa tunjuk dan menjelaskan tentang nama organ reproduksinya apa, selanjutnya kegunaan atau fungsinya apa, kemudian bagaimana cara kita untuk menjaganya serta bagaimana cara untuk membersihkannya.
Jadi memberikan pengenalan pendidikan seksual kepada anak harus dilakukan sedini mungkin. Selanjutnya yang kedua kita bisa melakukan aktivitas sehari-hari contohnya seperti pada waktu anak mandi, disana dijelaskan juga bahwa yang boleh melihat itu hanya orangtua dan dokternya saja. Kemudian yang ketiga caranya juga bisa melalui permainan sederhana yang orangtua atau pendidik ciptakan mengenai pengenalan organ reproduksi, seperti bisa dari kartu bermain pengenalan organ reproduksi pada anak, bisa juga menggunakan stiker organ reproduksi, bahkan dari lagu atau nyanyian juga boleh mengenai bagian tubuh mana yang boleh disentuh dan dilihat serta bagian tubuh mana yang tidak boleh dilihat dan disentuh oleh oranglain. Sebab anak usia dini itu mudah mengingat suatu informasi dengan cara bermain sambil belajar.
Pendidikan seksual sangat penting bagi anak karena hal tersebut merupakan proses pengajaran dan pembelajaran yang difokuskan pada pengajaran dan pembelajaran berbasis kurikulum tentang aspek kognitif, emosional, fisik dan sosial seksualitas. Tujuan pendidikan seksual untuk membekali dan menyadarkan anak pentingnya menjaga kesehatan, kesejahteraan dan martabat mereka dengan cara penanaman perlindungan diri dalam mengembangkan hubungan sosial dan seksual yang baik.Di era digital yang serba teknologi canggih seperti saat ini, anak dengan cepat dan bebas dapat mengakses media diberbagai aplikasi tanpa bimbingan orang tua atau pun pendidik yang tanpa kita sadari dan ketahui mayoritas aplikasi tersebut terdapat iklan-iklan yang belum cukup umur yang dapat anak lihat setiap membuka aplikasi. Oleh karena itu penting pendidikan seks untuk anak mengenai pengetahuan dan pembelajaran diberikan sedini mungkin.
Edukasi mengenai pendidikan seks pada anak ini akan sangat dibutuhkan bagi setiap orangtua, pendidik maupun ahli kependidikan dalam memberikan parenting kepada anak mengingat zaman akan selalu berkembang di era digital seperti saat ini. Hal tersebut juga dapat memberikan manfaat dalam persiapan dimasa pubertas anak.
Oleh karena itu setiap proses pendidikan pada prinsipnya memerlukan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, karakteristik usia, kematangan psikologi serta intelektualnya. Pada anak usia dini, hendaknya materi pendidikan seks diberikan oleh pendidik maupun orang tua dengan memahami rasa ingin tahu anak, memberikan penjelasan sesuai dengan kemampuan kognitif, memberikan tanggapan dengan jujur dan bersikap proporsional, serta dapat diintegrasikan dengan pembelajaran lainnya.