Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa berat yang dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku individu. Skizofrenia adalah bagian dari gangguan psikosis yang terutama ditandai dengan kehilangan pemahaman terhadap realitas dan hilangnya daya tilik diri. Gejala yang dapat ditemukan pada gangguan psikosis termasuk juga skizofrenia sperti halusinasi, waham, perilaku yang kacau, dan pembicaraan yang kacau, serta gejala negatif. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018 menyatakan bahwa data prevalensi penderita gangguan mental emosional pada usia ≥ 15 tahun sebanyak 9,8% dari jumlah penduduk dan data orang dengan skizofrenia adalah 1,8 per 1000 penduduk. Dari jumlah penderita tersebut sebanyak 52,1% tidak rutin minum obat. Dari data tersebut penyebab tidak rutin minum obat karena berbagai faktor di antaranya karena pasien merasa sudah sehat, tidak tahan efek samping, lupa minum obat, obat tidak tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan dan lain-lain
Jika dilihat secara sekilas, masalah kesehatan jiwa memang tampak tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi masalah itu akan mengakibatkan penderitaan yang berkepanjangan, baik bagi penderita, keluarga dan masyarakat. Saat ini orang dengan gangguan jiwa masih banyak menerima stigma negatif dari masyarakat walaupun pada dasarnya gangguan kejiwaan dapat ditangani seperti penyakit lainnya, salah satunya dengan menggunakan obat-obatan. Keberhasilan terapi ini dipengaruhi oleh jenis obat, pengetahuan keluarga serta peran serta pasien dalam pengobatan, yaitu kepatuhan penderita dalam pengobatan skizofrenia yang juga merupakan hal yang paling penting.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baiq Septi Sandriani di Poliklinik RSJ Grhasia DIY, dari 80 orang responden didapatkan sebanyak 63 responden (78,8%) tidak patuh minum obat. Bentuk ketidakpatuhan pasien dalam minum obat yaitu tidak minum obat atau menghentikan obat sendiri tanpa persetujuan dari dokter. Ketidakpatuhan minum obat ini memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kekambuhan pada pasien skizofrenia yaitu sebanyak 40 reseponden (50%) dari 80 responden.
Selain kepatuhan minum obat, berbagai penelitian menyebutkan penyebab kekambuhan penderita Skizofrenia memiliki banyak faktor antara lain: penyalahgunaan zat, ketidakpatuhan pengobatan, efek samping pengobatan, tinggal tanpa keluarga, tidak patuh pada pengobatan, dukungan sosial rendah, religiusitas rendah, efek samping obat, usia saat onset penyakit, pengaturan hidup, latar belakang keluarga, kelas sosial, status pekerjaan, status pendidikan dan durasi penyakit. Kekambuhan akan mengurangi fungsi sosial, meningkatkan pengeluaran, meningkatkan stigma, bahkan penurunan kognitif.
Paradigma pelayanan kefarmasian sekarang telah bergeser dari yang semula hanya berfokus terhadap obat/produk menjadi berorientasi kepada pasien. Konseling adalah salah satu peran apoteker dalam asuhan kefarmasian pasien gangguan jiwa yang sangat penting dan spesifik. Hal ini mengingat tingkat kepatuhan pengobatan dalam populasi ini selalu menjadi tantangan bagi penyedia layanan kesehatan.
Konseling obat merupakan salah satu metode edukasi pengobatan atau wawancara apoteker dengan pasien dan/atau keluarganya yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien yang membuat terjadinya perubahan perilaku dalam penggunaan obat. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian konseling oleh apoteker berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan minum obat dan kualitas penderita skizofrenia. Manfaat dari konseling di antaranya:
- Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker, dokter, perawat dan pasien.
- Pasien dan keluarga pasien merasa diperdulikan.
- Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.
- Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat.
- Meningkatkan kemampuan pasien atau keluarga pasien memecahkan masalah dalam hal terapi.
Kategori pasien yang diberi konseling terkait penggunaan obat gangguan jiwa diantaranya yaitu pasien baru, pasien dengan polifarmasi, pasien dengan kepatuhan rendah atau gejala berulang. Adapun materi konseling meliputi penjelasan tentang
- Tujuan diberikannya konseling
- Obat yang diterima pasien
- Lama pengobatan
- Target terapi dan manfaat bagi pasien yang dihasilkan dari kendali optimal
- Apa yang harus dilakukan apabila pasien lupa minum obat
- Efek samping yang mungkin muncul dan cara mengatasinya
- Cara menyimpan obat yang benar
- Pentingnya kepatuhan minum obat
- Risiko jika kepatuhan terhadap pengobatan gagal
- Memastikan bahwa pasien memahami semua yang telah dijelaskan
Adapun materi konseling
meliputi penjelasan tentang tujuan konseling
diberikan, obat yang diterima pasien, apa yang
harus dilakukan apabila pasien lupa minum
obat, hal-hal yang perlu dihindari saat minum
obat, efek samping yang mungkin muncul
dan cara mengatasinya, cara menyimpan obat
yang benar dan memastikan bahwa pasien
memahami semua yang telah dijelaskan. Waktu
yang diperlukan untuk konseling adalah 5–10
menit.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2021. Pedoman Pelayanan Kefarmasian pada Pasien Gangguan Jiwa. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pasaribu, J dan Hasibuan, R . Kepatuhan Minum Obat Mempengaruhi Relaps Pasien Skizofrenia. Jurnal Keperawatan Jiwa,Volume 7 No 1 Hal 39 - 46, Mei 2019
Sandriyani, B.S.2014. Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Tingkat Kepatuhan Pada Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY: Yogyakarta.
Yuliana, V., Setiadi, A.P., Paramita, J. Efek Konseling Apoteker Terhadap Kepatuhan Minum Obat dan Kualitas Hidup Penderita Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, Volume 8 No. 3 Hal 196-204, September 2019