Gangguan jiwa merupakan dikonseptualisasikan secara klinis sebagai sindrom perilaku atau psikologis atau pola yang terjadi pada individu dan yang terkait dengan penderitaan atau keadaan yang berbahaya seperti misalnya gejala yang menyakitkan atau cacat serta dapat diartikan sebagai berkurang risiko menderita kematian, sakit, cacat, atau kerugian penting kebebasan.
Gangguan jiwa atau penyakit mental diartikan sebagai gangguan atau disfungsi dari otak. Skizofrenia adalah jenis gangguan yang biasanya ditandai dengan disorganisasi kepribadian yang cukup parah, distorsi realita serta ketidakmampuan berinteraksi dengan kehidupan sehari-hari. Skizofrenia dibagi menjadi beberapa tipe yaitu Skizofrenia simplex, Skizofrenia bebefrenik, Skizofrenia katatonik, Stupor katatonik, Gaduh gelisah katatonik, Skizofrenia paranoid, Skizofrenia skizo afektif. Skizofrenia paranoid merupakan salah satu tipe dari skizofrenia yang rentan terhadap delusi. Skizofrenia paranoid biasanya muncul gejala-gejala seperti penderita seringkali merasa terancam, ditipu diamati, diikuti, atau bahkan seperti hendak dibunuh.
Pasien dengan skizofrenia paranoid apabila gejalagejalanya muncul maka bisa melakukan tindakan agresif dan menyebabkan resiko tinggi mencederai. Oleh karena itu, tindakan yang lebih cepat atau secara dini serta komprehensif seperti pengobatan secara medis dan asuhan keperawatan penting dilakukan agar angka kesembuhan skizofrenia dapat meningkat terutama pada pasien amuk.
Pasien amuk atau pasien dengan perilaku kekerasan merupakan bentuk dari perilaku agresif, Perilaku agresif adalah bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis. Marah merujuk pada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya dikenal dengan perasaan marah. Agresi juga bisa dikatakan suatu perilaku yang dimaksudkan untuk mencederai orang lain atau merusak milik orang lain.
Perilaku kekerasan atau agresif adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan diartikan juga sebagai suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada diri sendiri maupun orang lain.
Pada pasien perilaku kekerasan biasanya muncul perasaan marah, jengkel, emosi, kecewa yang saat timbul ditandai dengan tangan mengepal, mata melotot, pandangan tajam, bicara keras dan kasar, tampak gelisah. Tanda dan gejala yang sering muncul dari pasien jiwa dengan perilaku agresif antara lain adanya sikap bermusuhan, penuh rasa dendam, pada beberapa kasus sering melakukan tindak pidana, perilaku menyerang, kejam serta merusak. Perilaku yang sering muncul biasanya menyebabkan pasien dengan gangguan jiwa menyerang atau menghindar, memberontak. Perilaku ini biasanya muncul disertai dengan kekerasan akibat konflik untuk menarik perhatian orang lain. perilaku kekerasan atau amuk biasanya ditujukan kepada diri sendiri, orang lain ataupun lingkungannya.
Untuk menangani pasien dengan amuk tenaga medis terutama staf keperawatan jiwa mempunyai peran yang sangat penting salah satunya adalah dengan restrain extremitas. Secara umum, dalam psikiatrik restrain merupakan suatu bentuk tindakan menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas individu yang berperilaku diluar kendali yang bertujuan untuk memberikan keamanan fisik dan psikologis individu. Salah satu penyebab yang paling sering yang dilakukan restrain extremitas adalah akibat perilaku amuk karena beresiko mencederai orang lain.
Saat melakukan restrain prosedur setiap rumah sakit harus memiliki standarisai untuk kode etik dan legal. Restrain merupakan penerapan langsung kekuatan fisik pada individu tanpa seijin dari individu tersebut yang bertujuan untuk membatasi gerak dari pasien. Restrain digunakan untuk melindungi pasien dan orang lain saat pengobatan dan terapi verbal tidak mencukupi serta mengendalikan pasien berpotensi melakukan tindakan kekerasan.
Restrain dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori utama yaitu restrain lingkungan, restrain fisik dan restrain kimia. Australian Capital Territory/ACT (2011) mengungakapkan bahwa standar prosedur operasional pada pelaksanaan restrain pada pasien gangguan jiwa meliputi 12 kondisi yaitu keadaan darurat, pengkajian pasien, tidak ada cara lain atau alternatif selain dilakukan restrain, jenis restrain, memperhatikan hak dari pasien (Authorization), komunikasi, penerapan restrain, pemantauan saat pasien sudah di restrain, perawatan pada pasien yang terpasang restrain, evaluasi restrain yang digunakan, evakuasi darurat setelah di restrain, serta perhatikan baik untuk pasien sendiri maupun keluarga pasien.
Peran Perawat Perawat merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkontrbusi pada fungsi yang terintegrasi selain itu perawat juga berperan sebagai pemberi pertolonagan ke pada orang sakit sesuai dengan ketidak mampuannya merawat diri dan memberi pengobatan atas petunjuk dokter dengan maksud menyembuhkan atau mengurangi penderitaan pasien dalam merawatorang sakit. Peran perawat kesehatan yaitu Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, Peran sebagai advokasi klien, Peran edukator,Peran Koordinator, Peran kolaborator, Peran konsultandan peran pembaharu.
Peranan perawat dalam tindakan restrain sangat besar dimana perawat tidak hanya yang melakukan tindakan restrain saja, melaikan perawat yang mengawasi pasien serta pada tindakan restrain perawat juga melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan ADL, makan, minum dan toileting pasien yang termasuk dalam fungsi keperawatan pasien. Kondisi pemenuhan kebutuhan pasien baik kebutuhan ADL, makan, minum dan toileting sebagaimana dikemukakan dilakukan oleh perawat, sedangkan pada kondisi tertentu dapat dilakukan oleh pasien sendiri, keluarga pasien dan pada kondisi-kondisi yang memungkinkan.
Tindakan restrain paling banyak dilakukan di ruangan akut dan IGD namun, tidak menutup kemungkinan untuk bangsal lain juga terdapat pasien yang mengalami perilaku amuk. Perlu adanya persiapan diri perawat sebagai petugas di rumah sakit jiwa terutama yang bertugas di ruang akut dan IGD yang sering berhubungan dengan kondisi pasien dengan perilaku amuk maka perawat diharuskan memiliki kompentensi yang memadai.
Persiapan diri perawat ditunjukkan oleh syarat dan kriteria perawat yang bertugas di ruang akut dan IGD. Terdapat beberapa hal yang diutamakan dalam penempatan perawat di ruang akut dan IGD yaitu perawat mendapatkan pelatihan-pelatihan tertentu sesuai dengan spesifikasi tugas di ruang Akut dan IGD, yaitu pelatihan-pelatihan khusus yang dibutuhkan sesuai dengan spesifikasi tugas yang diembanya, misalnya pelatihan PICU (Psikiatri Intensif Care Unit), BTCLS, pelatihan pasien agresif, pelatihan ICU plus dan pelatihan restrain. Kriteria selanjutnya adalah perawat yang dipilih diutamakan yang masih berusia muda.
Perilaku kekerasan merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan fisik dan psikologis perawat. Perawat harus menghadapi kekerasan baik secara lisan maupun fisik yang hampir terjadi setiap hari. Untuk itu perlu adanya kesiapan khusus dari perawat untuk mampu mengantisipasi atau menghadapi kondisi tersebut. Diperlukan juga adanya kemampuan professional khusus bagi perawat dalam mengelola klien kekerasan untuk menjaga keselamatan pasien dan perawat serta terjaminnya hak asasi manusia pasien, maka perawat harus dibekali dengan ketrampilan khusus yang berkaitan dengan pelaksanaan restrain pada pasien dengan perilaku kekerasan.
Sumber: Afnuhazi, R. (2015). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan JIwa.Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Kaplan & Sadock. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: EGC
Keliat, B. A& Akemat. (2016). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Jakarta: Sekretariat Negara
Nasir, A& Muhith, A. (2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Nurhalimah. (2016). Keperawatan Jiwa. Jakarta Selatan: Pusdik SDM Kesehatan
Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Lembaran Negara RI No. 5571. Jakarta: Sekretariat Negara
Stuart G.W. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Singapura. Elsevier
Sutejo. (2017). Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.