METODE REHABILITASI PENGGUNAAN NAPZA

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan bahan/obat berbahaya. Selain narkoba istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Kementerian Kesehatan RI adalah NAPZA yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya. Perkembangan penyalahgunaan narkoba sudah merambah ke seluruh tanah air dan menyasar seluruh lapisan tanah air (Kemenkes, 2017). Rehabilitasi adalah suatu proses pemulihan pasien gangguan penggunaan NAPZA baik dalam jangka waktu pendek ataupun panjang yang bertujuan mengubah perilaku mereka agar siap kembali ke masyarakat (Kemenkes, 2010).

Pengguna narkoba juga perlu diselamatkan agar dapat kembali menjalani hidup dalam keadaan sehat dan produktif. Pemerintah bersama segenap lapisan masyarakat telah melakukan berbagai langkah dan upaya untuk menyelamatkan para pengguna Narkoba dan tidak lagi menempatkan para pengguna Narkoba sebagai pelaku tindak pidana atau pelaku tindak kriminal. Upaya ini diperkuat dengan penetapan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) pada tahun 2011 dan pencanangan tahun 2014 sebagai Tahun Penyelamatan Pengguna Narkoba. Seluruh. IPWL mampu melaksanakan rehabilitasi medis, baik terapi simtomatik maupun konseling adiksi Napza. Sedangkan, IPWL berbasis rumah sakit mampu memberikan rehabilitasi medis dalam bentuk rawat inap yang bersifat jangka pendek dan yang bersifat jangka panjang.

Dalam Ketentuan Umum Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, rehabilitasi dibedakan dua macam, yaitu Rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik secara fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Ada banyak metode yang dapat dilakukan dalam rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sehingga penulis ingin mengetahui lebih lanjut apa saja metode yang dapat dilakukan dalam rehabilitasi pasien-pasien gangguan penggunaan NAPZA, sehingga nantinya mereka dapat berfungsi kembali dengan baik di masyarakat.

Pada tahun 2014 pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bersama tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi. Merujuk pada Undang-Undang no 35 tahun 2009 tentang narkotika dan Peraturan Pemerintah no 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, inilah dasar hukum untuk upaya dan langkah menyelamatkan pengguna narkoba. Rehabilitasi dibedakan menjadi 2 macam yaitu meliputi :

  1. Rehabilitasi medis

Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Rehabilitasi Medis pecandu narkotika dapat dilakukan di Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan yaitu rumah sakit yang diselenggarakan baik oleh pemerintah, maupun oleh masyarakat. Selain pengobatan atau perawatan melalui rehabilitasi medis, proses penyembuhan pecandu narkotika dapat diselenggarakan oleh masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.

b.  Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik secara fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Yang dimaksud dengan bekas pecandu narkotika disini adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika baik secara fisik maupun psikis (Psychologymania, 2012).

Tahapan Terapi Rehabilitasi Tahapan terapi rehabilitasi umumnya dapat dibagi atas beberapa fase berikut :

  1. Fase Penilaian (assesment phase)

Pada tahap ini perlu dilakukan evaluasi psikiatri yang komprehensif. Termasuk yang perlu dinilai adalah (Husin & Siste, 2015).

• Penilaian yang sistematis terhadap tingkat intoksikasi, keparahan-keparahan putus zat, dosis zat terbesar yang digunakan terakhir, lama waktu setelah penggunaan zat terakhir, awitan gejala, frekwensi dan lama penggunaan, efek subyektif dari semua jenis-jenis NAPZA yang digunakan termasuk jenis-jenis NAPZA lain selain yang menjadi pilihan utama pasien/klien.

• Riwayat medik dan psikiatri umum yang komprehensif

• Riwayat gangguan penggunaan NAPZA dan terapi sebelumnya.

• Riwayat keluarga dan sosial ekonomi

• Pemeriksaan urin untuk jenis-jenis NAPZA yang disalahgunakan

• Skrining penyakit infeksi seperti HIV, tuberculosis, hepatitis

  1. Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi)

Detoksifikasi NAPZA merupakan proses atau tindakan medis untuk membantu klien dalam mengatasi gejala putus NAPZA (Kemenkes, 2011). Tahap detoksifikasi sering disebut dengan fase terapi withdrawal atau fase terapi intoksikasi. Tahap ini pecandu diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik dan mental oleh dokter terlatih. Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk mengurangi gejala putus zat (sakau) yang ia derita. Pemberian obat tergantung dari jenis narkoba dan berat ringanya gejala putus zat. Dalam hal ini dokter butuh kepekaan, pengalaman, dan keahlian guna memdeteksi gejala kecanduan narkoba tersebut (Husin & Siste, 2015).

Fase ini memiliki beberapa variasi :

  1. Rawat Inap dan Rawat Jalan
  2. Cold Turkey, artinya seorang pecandu langsung menghentikan penggunaan narkoba/zat adiktif, dengan mengurung pecandu dalam masa putus obat tanpa memberikan obat-obatan.
  3. Terapi simptomatis
  4. Rapid Detoxification, Ultra Rapid Detoxification
  5. Detoxifikasi dengan menggunakan : Kodein dan ibuprofen, Klontrex (klonidin dan naltrexon), Bufrenorfin, Metadon.
  1. Tahap rehabilitasi nonmedis (sosial)

Tahap ini pecandu ikut dalam program rehabilitasi. Di Indonesia sudah di bangun tempat-tempat rehabilitasi. Di tempat rehabilitasi ini, pecandu menjalani berbagai program diantaranyaprogram therapeutic communities (TC), 12 steps (dua belas langkah, pendekatan keagamaan, dan lain-lain.

  1. Tahap bina lanjut (after care)

Merupakan layanan pascarehab. Bisa bersifat reguler (rawat jalan), dimana pecandu dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja namun tetap berada di bawah pengawasan atau bersifat intensif (rumah damping) dimana pecandu melanjutkan program TC, 12 langkah dan diberikan kegiatan sesuai dengan minat dan bakat untuk mengisi kegiatan sehari-hari.

Metode Rehabilitasi

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI no 420/MENKES/SKIII/2010, rehabilitasi pecandu narkotika dibedakan menjadi dua yaitu:

  1. Rehabilitasi Jangka Pendek (Short Term)

Lama perawatan berlangsung antara 1 sampai dengan 3 bulan tergantung dari kondisi dan kebutuhan pasien. Pendekatan yang dapat dilakukan ke arah medik dan psikososial. Masalah medik masih menjadi fokus utama, asesmen dilakukan secara lengkap termasuk pemeriksaan penunjang medis.

  1. Rehabilitasi Jangka Panjang

Lama perawatan rehabilitasi jangka panjang adalah 6 bulan atau lebih. Dalam hal ini modalitas terapi yang dimaksudkan adalah Therapeutic Community (TC) yang menggunakan pendekatan perubahan perilaku. Therapeutic Community (TC) direkomendasikan bagi pasien yang sudah mengalami masalah penggunaan NAPZA dalam waktu lama dan berulang kali kambuh atau sulit untuk berada dalam kondisi abstinen atau bebas dari NAPZA.

Rehabilitasi pecandu NAPZA adalah suatu program yang ditujukan kepada pecandu yang bersifat terpadu mencakup aspek biopsikososiokultural spiritual agar para pecandu dapat berfungsi kembali secara fisik, medis, dan sosial serta dalam pekerjaan sehari-hari. Rehabilitasi selain bertujuan untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika juga agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

https://erepo.unud.ac.id/id/eprint/25302/1/25d19bbfecab0e56ac714e8c329001b8.pdf. Di akses pada tanggal 14 desember 2022 jam 08.30 WIB

staffnew.uny.ac.id/.../penelitian/metode-terapi-dan-rehabilitasi-korban-napza.pdf. Di akses pada tanggal 14 desember 2022 jam 08.30 WIB

eprints.umpo.ac.id/5102/3/BAB 2.pdf. Di akses pada tanggal 14 desember 2022 jam 08.30 WIB

 

Penulis: 
Sari Anggun Feby Royanti, S.Kep,Ners
Sumber: 
Perawat Rumah Sakit Jiwa Daerah

Artikel

02/12/2024 | Gita Riskika,S.Farm.
29/11/2024 | Gita Riskika,S.Farm.
28/11/2024 | Rakhmawati Tri Lestari, S.Psi., M.Psi.
28/11/2024 | Zurniaty, , S. Farm., Apt
26/11/2024 | Ns..Sri Rahmawat,AMK,S.Kep.
18/06/2022 | Gita Riskika,S.Farm.,Apt
30/06/2016 | Wieke Erina Ariestya, S.Kep.Ners
30/11/2022 | Zurniaty, S. Farm., Apt
18/06/2022 | Gita Riskika,S.Farm.,Apt

ArtikelPer Kategori