Gangguan jiwa merupakan suatu manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku, hal ini dapat terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan.
Gangguan jiwa dapat juga diartikan sebagai penyakit yang dialami oleh seseorang yang mempengaruhi emosi, pikiran atau tingkah laku, diluar kepercayaan budaya dan kepribadian serta menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan dan keluarga mereka.
Masalah gangguan jiwa terdiri atas Gangguan jiwa organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal, gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja.
Orang pada gangguan jiwa memiliki masalah pada pola piker, kemauan, emosi dan tindakan sehingga orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) memiliki gejala khas bila mengalami perubahan perilaku atau mengalami kekambuhan seperti bicara dan tertawa sendiri; bicara tidak karuan; bicara tidak nyambung; mengamuk dengan dan tanpa mencidrai diri dan orang lain; bertingkah laku aneh dan banyak tanda khas lainya yang muncul. Gejala yang muncul biasanya akan memicu pasien melakukan tindakan agresif dan menyebabkan resiko tinggi mencederai. Maka diperlukan tindakan yang lebih cepat atau secara dini serta komprehensif terhadap pasien, seperti pengobatan secara medis dan asuhan keperawatan.
Untuk penanganan orang dengan gangguan jiwa dapat dilakukan di pelayanan kesehatan baik puskesmas maupun rumah sakit. Untuk pelayan ODGJ yang masih tenang biasanya dilakuka di Puskesmas terdekat atau RS Umum terdekat dengan ODGJ, namun untuk penanganan ODGJ dengan prilaku agresif, sulit dikendalikan dan membahayakan dirinya atau lingkungan biasanya dilakukan rujukan ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Namu bukan berarti RSJ hanya menangani ODGJ yang tidak labil, RSJ juga memberikan pelayanan rawat jalan di POLI Klinik Jiwa (Pskiatri).
Untuk ODGJ yang menjalai perawatan di RSJ akan mendapatkan penangan secara pengobatan dan perawatan yang dilakuan oleh dokter, perawat dan petugas lain yang terlibat seperti ahli giza, petugas labor, dan petugas lainya. Karena ODGJ memiliki prilaku dan sikap yang menyimpang dan dapat berubah sewaktu-waktu maka, dalam menjalani pengobatan perlu adanya pengontrolan dan pengawasan agar pengobatanya dapat optimal. Selain itu pengobatan pada ODGJ biasanya memerlukan waktu yang lama dan bersifat berkala, diperkuat lagi dengan tingkat keberhasialan penanganan pada pasien gangguan jiwa tergantung dari keberhasilan pengobatan.
Sementara sebagai dampak dari kegagalan pengobatan dapat mengakibatkan masalah baru pada pasien gangguan jiwa yaitu pasien lebih mudah jatuh ke dalam kondisi relaps dan kekambuhan fase psikosis yang lebih buruk, keluar masuk rumah sakit berulang kali, serta meningkatkan beban sosial dan ekonomi bagi keluarga pasien dan negara. Pasien yang tidak teratur dalam minum obat akan memiliki risiko kekambuhan sebesar 92%. Sehingga perlu adanya peran serta keluarga dan masyarakat dalam membantu ODGJ menjalani pengobatan secara optimal.
Untuk pengobatan ODGJ di Rumah Sakit biasanya dapat dilakukan dengan baik oleh petugas, namun ketika pulang dari Rumah Sakit dan menjalani pengobatan di Rumah menjadi catatan tersendiri dan menjadi tugas bersama karena banyak yang mengalami kegagalan dalam pengobatan. Bahkan terkadang waktu pengobatan di Rumah tidak lama dari ODGJ pulang menjalani pengobatan di Rumah Sakit. Banyak ODGJ yang harus menjalani pengobatan kembali di Rumah Sakit dengan alasan ODGJ tidak minum obat (putus obat).
Salah satu pemicu keengganan ODGJ mengkomsumsi obat karena klien merasa dirinya telah sehat dan tidak perlu minum obat kembali. Terkadang hal ini diperberat oleh dukungan keluarga maupun masyarakat yang membiarkan ODGJ tidak melanjutkan therapi pengobatan yang dijalani, termasuk untuk melakukan kunjungan lanjutan ke Rumah Sakit (Kontrol Ulang). Alasan yang sering disampaikan keluarga takut untuk memaksa, tidak ada waktu untuk mendampingi, memiliki pemikiran yang sama dengan ODGJ “bila telah sehat maka sudah sembuh dan tidak perlu minum obat dan melakukan kontrol”, serta banyak lagi alasan lain dari keluarga yang disampaikan terkait keengganan ODGJ minum obat.
Namun tanpa disadari dampak dari kejadian ODGJ merasa sudah sembuh sehingga ODGJ tidak mengkomsumsi obat dapat mengakibatkan pasien mengalami putus obat, kekambuhan, serta hal ini lah yang menjadi awal kegagalan pengobatan pasien. Pasien biasanya berpikir bila sakit minum obat dan bila sembuh tidak minum obat. Pemikiran ini tidak selamanya salah, namu pada penyakit tertentu pernyataan ini tidak berlaku salah satu contoh, pada penyakit gangguan jiwa. Pengobatan penyakit jiwa bersifat berkala dan memerlukan waktu yang lama sehingga diperlukan pengontrolan dan pengawasan dalam pelaksanaannya. Maka dalam hal ini diharapkan adanya kerja sama antara petugas kesehatan dengan ODGJ, keluarga dan masyarakat sekitar ODGJ, sehingga pengobatannya dapat berjalan dengan baik.
Untuk saat ini penyebab utama kekambuhan pasien jiwa adalah ketidakpatuhan minum obat, ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat masih menjadi faktor penyebab kembalinya pasien menjalani perawatan di Rumah Sakit. Sehingga sangat penting bagi petugas kesehatan untuk menyampaikan dan menjelaskan tentang penyakit gangguan jiwa; penanganannya; dan pengobatannya baik di Rumah Sakit maupun di Rumah. Dengan adanya penjelasan tersebut diharapkan kepada ODGJ, keluarga dan masyarakat memahami tentang penyakit kejiwaan hingga pengobatanya, sehingga tidak ada lagi ODGJ menjalani rawat inap dengan alasan putus obat karena ODGJ merasa sudah sembuh dan menolak minum obat.
Sumber: Eugenia, L.Siegle,Fay W Whitney, Kolaborasi Perawat Dokter, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996.
Prabowo, Eko. 2017. Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: Universitas Diponegoro.