MENGENAL PSIKOSOMATIS

Itilah psikosomatis berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan somatis yang artinya tubuh. Pengertia psikosomatis dalam Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorders edisi ke empat (DSM IV) dimana istilah psikosomatis telah digantikan dengan kategori diagnostik faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis. Pengertian lain dari psikosomatis adalah gangguan fisik yang disebabkan oleh tekanan-tekanan emosional dan psikologis atau gangguan fisik yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan psikologis yang berlebihan dalam mereaksi gejala emosi.

Secara singkat dapat dijelaskan bahwa istilah psikosomatik menunjukkan hubungan antara jiwa dan badan. Sedang gangguan psikosomatik didefinisikan sebagai suatu gangguan atau penyakit fisik dimana proses psikologis memainkan peranan penting.

Keluhan-keluhan dari psikosomatis dapat berupa adanya keluhan fisik yang beragam, antara lain: jantung berdebar-debar, sakit maag, sakit kepala (pusing, migren), sesak nafas, pegal – pegal, nyeri di bagian tubuh tertentu, mual muntah, kembung dan perut tidak enak, sendawa, kulit gatal, kesemutan, mati rasa, nyeri bagian dada, punggung dan tulang belakang.

Timbulnya keluhan itu biasanya sering terjadi dan terus berulang serta berganti-ganti atau berpindah-pindah tempat, sehingga dirasa sangat menganggu dan tidak wajar sehingga harus sering periksa ke dokter.

Penyebab timbulnya psikosomatis berakar dari sebagian besar gangguan psikosomati diantaranya adanya permusuhan, depresi, dan kecemasan dalam berbagai proporsi. Umumnya orang dengan gangguan psikosomatik sangat meyakini bahwa sumber sakitnya benar-benar berasal dari organ-organ dalam tubuh sehingga tak heran banyak pasien dan keluarganya meminta untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dan rontgen.

Penderita datang kepada pelayanan kesehatan dengan keluhan-keluhan, tetapi tidak didapatkan penyakit atau diagnosis tertentu, namun selalu disertai dengan keluhan dan masalah seperti ada gejala-gejala pada badannya dan merasa cemas. Sehingga perlu ditanyakan beberapa faktor yaitu:

1. Faktor Sosial dan Ekonomi

Hubungannya dengan dengan keluarga dan orang lain, kepuasan dalam pekerjaan, adanya kesukaran ekonomi, pekerjaan yang tidak tentu, , minatnya, pekerjaan yang terburu-buru, kurang istirahat.

2. Faktor Perkawinan

Perselisihan, perceraian, kekecewaan dalam hubungan seksual, anak-anak yang nakal dan menyusahkan.

3. Faktor Kesehatan

Penyakit-penyakit yang menahun, pernah masuk rumah sakit, pernah dioperasi, adiksi terhadap obat-obatan dan tembakau.

4.

Faktor Psikologik

Stres psikologik, keadaan jiwa waktu dioperasi, waktu penyakit berat, status didalam keluarga dan stres yang timbul.

Timbulnya suatu konflik yang menyebabkan ketegangan pada manusia dan bila hal ini tidak diselasaikan dan disalurkan dengan baik maka timbullah reaksi-reaksi yang abnormal pada jiwa yang dinamakan nerosa, adapun sebab-sebabnya antara lain:

  1. Adanya penyakit organic yang dulu pernah diderita dapat menimbulkan predisposisi untuk timbulnya gangguan psikosomatis pada bagian tubuh yang pernah sakit. Misalkan: dulu pernah sakit disentri, lalu kemudian dalam keadaan emosi tertentu timbullah keluhan pada saluran pencernaan.
  2. Kebiasaan atau tradisi keluarga dapat mengarahkan emosi kepada fungsi tertentu. Contohnya bila selalu memperhatikan menu dan diet maka, nanti akan sering mengeluh tentang lambung.
  3. Ketika suatu emosi menjelma secara simbolik elementer menjadi suatu gangguan badaniah tertentu. Contohnya bila seorang cemas, maka timbul keluhan dari jantung begitu juga sebaliknya, rasa benci menimbulkan rasa muntah.
  4. Bisa juga ditentukan oleh kebiasaan, anggapan dan kepercayaan masyarakat di sekitar. Contohnya anggapan bahwa menopous menyebabkan wanita sakit, maka nanti ia mengeluh juga ketika menopous.

Gangguan psikosomatis akan terjadi pada seorang yang mempunyai organ yang secara biologis sudah lemah atau peka, terjadinya kelemahan bisa terjadi karena faktor genetik, penyakit atau luka sebelumnya. Selain itu gangguan psikosomatis dapat timbul bukan saja pada yang berkepribadian atau emosi labil, namun dapat juga terjadi pada orang yang dapat dikatakn stabil, atupun pada orang dengan gangguan kepribadian dan pada orang dengan psikosa.

Menurut Teori Sindrom Adaptasi Umum (General Adaptation Syndrom) tubuh bereaksi terhadap stressor dalam tiga tahap:

  1. Reaksi alam dimana mobilisasi sumber daya tubuh untuk mempersiapkan organisme untuk pertahanan diri. Tahap ini tubuh melakukan berbagai reaksi contohnya sistem syaraf otonom dirangsang sehingga meningkatkan aktivitas jantung, meningkatkan  tekanan darah dsb.
  2. Resistansi yaitu reaksi bertahan sampai mendekati batas adaptasi. Jika stressor berlanjut dan tubuh berusaha terus untuk mempertahankan diri maka sumber daya tahan pun habis dan resistansi tidak bisa dilanjutkan atau mengalami tahap exhaustion.
  3. Exhaustion yaitu kehabisan sumber daya sehingga pertahanan terhadap stressor berhenti.

Faktor lain yang dapat menyebabkan psikosomatis, yakni pola perilaku individu dan kondisi rentan individu terhadap tekanan fisik dan psikis. Bagi individu yang matang emosinya tidak mudah terganggu oleh rangsang-rangsang yang bersifat emosional (emosi negatif) baik dari dalam maupun dari luar dirinya. Sedang individu yang kurang matang emosinya akan mudah terganggu oleh rangsang-rangsang yang bersifat emosional (emosi negatif). Kondisi emosi tersebut bila dibiarkan berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan struktur organ yang irreversible (tidak dapat kembali seperti semula), maka yang terjadi psikosomatis. Dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri orang yang mudah terkena psikosomatis adalah orang yang tidak mampu mengendalikan emosinya.

Jenis–jenis Psikosomatis antralain: Psikosomatis yang menyerang kulit (Gangguan psikosomatis yang sering menyerang kulit adalah alergi); Psikosomatis yang menyerang otot dan tulang (Gangguan psikosomatis yang sering menyerang otot dan tulang adalah rematik, nyeri otot dan nyeri sendi); Psikosomatis pada saluran pernafasan (Gangguan psikosomatis yang sering menyerang saluran pernafasan yaitu, sindroma hiperventilasi dan asma); Psikosomatis yang menyerang jantung dan pembuluh darah (Gangguan psikosomatis yang sering menyerang jantung dan pembuluh darah adalah, darah tinggi, sakit kepala vaskuler, sakit kepala vasosvastik dan migren); Psikosomatis pada saluran pencernaan (Gangguan psikosomatis yang sering menyerang saluran pencernaan adalah sindroma asam lambung dan muntah-muntah); Psikosomatis pada alat kemih dan kelamin (Gangguan psikosomatis yang sering menyerang alat kemih dan kelamin adalah nyeri di panggul, frigiditas, impotensi, ejakulasi dini, dan mengompol); dan Psikosomatis pada sistem endokrin (Gangguan psikosomatis yang sering menyerang sistem endokrin adalah hipertiroid dan sindroma menopause).

Kriteria klinis dari psikosomatis

  1. Tidak diperoleh kelainan-kelainan organik pada pemeriksaan yang teliti sekalipun, walaupun mempergunakan alat-alat canggih. Kalau pun ada kelainan organik belum tentu bukan psikosomatik, sebab:
  1. Bila penyakit psikosomatik tidak diobati, dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menimbulkan kelainan-kelainan organik pada alat-alat yang dikeluhkan.
  2. Secara kebetulan ada kelainan organik, tapi kelainan ini tidak dapat menerangkan keluhan yang ada pada pasien tersebut, yang dinamakan koinsidensi.
  3. Sebelum timbulnya psikosomatis, telah ada lebih dahulu kelainan organiknya tetapi tidak disadari oleh pasien. Baru disadari setelah diberitahu oleh orang lain atau kadang-kadang oleh dokter yang mengobatinya. Hal ini membuatnya menjadi takut, khawatir dan gelisah, yang dinamakan iatrogen.
  1. Tidak diperoleh kelainan psikiatri. Gejala-gejala psikotik tidak ada yakni tidak ada disintegrasi kepribadian, distorsi realitas tidak ada. Pasien masih mengakui bahwa dia sakit, masih mau aktif berobat.
  2. Keluhan-keluhan yang disampaikan pasien ada hubungannya dengan emosi tertentu
  3. Keluhan-keluhan yang disampaikan pasien berganti-ganti dari satu  sistem ke sistem lain, yang dinamakan shifting phenomen atau alternasi.

Sumber:      Harjana, A.M. 2002. Strres Tanpa Distres. Yogyakarta: Kanisius.

Siswanto. 2006. Kesehatan Mental: Konsep, Cakupan dan Perkembangannya. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Penulis: 
Ansep Syafa’at, Amk
Sumber: 
Perawat Rumah Sakit Jiwa Daerah

Artikel

17/04/2024 | Ns.Helen.Lusiana, S.Kep
04/04/2024 | Mita Octarina, M.Psi
18/06/2022 | Gita Riskika,S.Farm.,Apt
30/06/2016 | Wieke Erina Ariestya, S.Kep.Ners
30/11/2022 | Zurniaty, S. Farm., Apt
18/06/2022 | Gita Riskika,S.Farm.,Apt

ArtikelPer Kategori