Demensia merupakan proses penyakit yang menyebabkan sesorang memiliki kemunduran fungsi otak seperti kemampuan mengingat, berpikir, berekspresi dan berperilaku yang bersifat progresif. Ditinjau dari definisi ini dapat diketahui bahwa ada komponen perilaku pada Demensia.
Terdapat banyak tipe demensia namun pada tahun 2023 yang terbanyak Demensia tipe Alzeimer sebanyak 60-80% dari 50 juta orang mengalami Demensia dan lebih dari setengahnya tinggal di Negara berpendapatan menengah ke bawah. Angka ini diperkirakan akan naik tiga kali lipat pada tahun 2050 dari jumlah tersebut.
Pada tahun 2019 1,3 triliun dolar AS dihabiskan untuk penanganan demensia. Dapat dibayangkan betapa besarnya biaya yang harus dikeluarkan seiring meningkatnya jumlah orang dengan Demensia. Diperkirakan setiap tahunya terdapat hampir 10 juta kasus baru. Maka dari itu penting untuk mengetahui gejala demensia dan penanganan yang bisa dilakukan.
Gejala Perilaku Pada Demensia
Orang dengan Demensia Alzheimer bisa mengalami perilaku yang tak terduga dan menyebabkan keluarga bingung dalam menyikapi perilaku tersebut. Maka sangat penting bagi keluarga untuk mengetahui perilaku tak terduga seperti apa saja yang mungkin terjadi dan hal-hal apa saja yang dapat menyebabkan perilaku tersebut.
Terdapat beberapa perilaku yang tak terduga yang bisa terjadi pada orang dengan demensia diantaranya perilaku agresif, kecemasan, kebingungan, perilaku mengulang sesuatu, curiga berlebihan, berjalan-jalan (keluyuran) dan tersesat, serta terjadi gangguan tidur.
Perilaku Agresif
Pada perilaku agresif bisa dengan kata-kata (berteriak atau memanggil seseorang dengan keras) dan tindakan fisik (mendorong atau memukul sesuatu). Munculnya penyimpangan perilaku ini bisa terjadi tiba-tiba tanpa alasan atau karena situasi tertentu yang membuat dia frustasi. Maka sangat penting mengetahui alasan yang menyebabkan orang dengan Demensia menjadi kesal atau marah.
Kecemasan
Orang dengan Demensia bisa mengalami perasaan cemas, gelisah dan berjalan mondar-mandir. Disamping itu dapat juga tiba-tiba murung dan fokus pada detail tertentu.
Kebingungan
Orang dengan Demensia terkadang tidak mengenali orang terdekatnya, tempat atau barang. Dia bisa lupa hubungannya dengan orang yang ada bersamanya, memanggil anggota keluarga dengan nama lain atau menjadi bingung karena tidak tahu dimana tempat tinggalnya. Bisa lupa dengan penggunaan barang misalnya tidak tahu kegunaan alat tulis atau sendok. Keadaan seperti ini bukanlah mudah bagi keluarga yang merawat, dibutuhkan kesabaran dan sikap mau memahami orang dengan Demensia.
Perilaku mengulang sesuatu
Orang dengan demensia dapat melakukan sesuatu yang dilakukan secara berulang kali seperti mengulang kata-kata, menanyakan hal yang sama berulang-ulang ataupun berulang kali berjalan kearah depan kemudian kembali kesemula atau mondar-mandir.
Curiga Berlebihan
Orang dengan Demensia mengalami kehilangan memorinya dan kebingungan, hal ini dapat membuat sesuatu yang diterimanya selalu dianggap sesuatu yang baru dan tidak biasa. Mudah curiga dengan yang terrjadi disekitarnya seperti menuduh seseorang mencuri, selingkuh atau yang lain. Terkadang terjadi interpretasi yang salah dari apa yang dilihat dan didengarnya.
Berjalan-jalan dan tersesat
Banyak kasus orang dengan Demensia berjalan-jalan tidak tentu arah dan akhirnya tersesat. Berdasarkan data terdapat 70% orang dengan Alzheimer pernah berjalan tidak tentu arah. Bahkan mereka tetap berusaha untuk pulang walaupun sudah di rumah, ada keingin melakukan aktivitas rutin yang biasa dilakukannya dulu seperti berangkat ke sekolah atau tempat kerja.
Gangguan tidur
Orang dengan Demensia dapat mengalami gangguan tidur dan perubahan pola tidur, hal ini dapat terjadi disebabkan adanya perubahan di otak akibat Demensia
Terapi Gangguan Psikotik Pada Demensia
Terapi Farmakologi
Menurut Buhr dan White langkah pertama dalam menangani BPSD adalah menanyakan secara detail riwayat pasien dan riwayat penyakit fisik seperti delirium, infeksi saluran kencing, efek samping obat, depresi dan faktor lingkungan yang bisa diubah dan mungkin sangat berpengaruh terhadap gejala saat ini. Dengan melihat riwayat medis pasien memungkinkan mencari tahu hubungan pengalaman pasien dengan perilakunya saat ini. Hal ini terutama dapat dilakukan pada pasien Demensia stadium lanjut yang tidak memiliki tilikan bahwa dirinya mengalami Demensia.
Pada pasien Demensia stadium awal masih menyadari adanya penurunan kognitif yang mereka alami dan seringkali ketakutan akan masa depan, harus tergantung dengan orang lain serta takut kehilangan fungsi intelektual mereka. Pada Demensia stadium awal hingga menengah seringkali menunjukkan tanda-tanda depresi karena ketakutannya tersebut dan perlu dirujuk ke psikiater.
Depresi yang muncul seringkali bukan karena kesadaran atau tilikan dirinya mengalami demensia. Menurut hipotesis metabolik, pada orang dengan Demensia terjadi disregulasi axis stress hipotalamus pituitary adrenal yang menyebabkan ketidakseimbangan neurotransmiter dopamine yang menyebabkan waham dan neurotransmitter serotonin yang menimbulkan depresi. Atropi nukleus raphe dorsalis menyebabkan penurunan serotonin yang menimbulkan afek depresi.
Untuk penanganan depresi pada Demensia sebaiknya menganut prinsip dimulai dari dosis kecil dan dinaikkan perlahan. Therapy obat Antidepresan golongan SSRI paling efektif untuk gejala afek depresi pada Demensia. Sedangkan Fluoksetin dan Paroksetin sebaiknya dihindari karena berpotensi tinggi interaksi obat. Termasuk Antidepresan Trisiklik sebaiknya dihindari karena efek samping antikolinergik. Menurut Drye et al bahwa Citalopram terbukti efektif untuk gejala depresi pada BPSD. Belum adanya penelitian RCT untuk pemakaian mirtazapine, escitalopram, venlavaxine, reboxetine ataupun duloksetin.
Pada Demensia stadium awal hingga menengah therapy yang sering digunakan kolinesterase inhibitor seperti donepezil, rivastigmin dan galantamin. Robert dalam penelitiannya mengatakan inhibisi asetilkolinesterase dan butirilkolinesterase oleh Rivastigmin terbukti dapat memperbaiki gejala perilaku dan dapat mengurangi penggunaan antipsikotik.
Perlu dipertimbangkan pemberian antipsikotik bila gejala psikotik seperti waham dan halusinasi masih ada dan mengganggu pada BPSD. Antipsikotik konvensional seperti Haloperidol memiliki efek signifikan dibandingkan dengan placebo. Clozapine, Olanzapin, Risperidon, dan Quetiapin direkomendasikan sebagai lini pertama terapi dibandingkan antipsikotik konvensional. Harus dengan hati-hati dalam penggunaan antipsikoik mengingat efek samping yang ditembulkan dapat mengakibatkan penurunan fungsi kognitif lebih dari satu tahun pemakaian.
Terapi Non Farmakologi
Pandangan baru tentang penanganan Demensia pada umumnya dan Demensia Alzheimer pada khususnya. Tindakan fokus kepada individu yang mengalami beserta kebiasaan yang biasa dilakukannya selama ini, kepribadiannya, kemampuan dan kelebihan yang dapat didayagunakan. Melibatkan keluarga yang merawat dalam menggali kemampuan pasien yang masih ada dan kekuatannya dibanding berpikir tentang apa yang tidak dapat dilakukan lagi oleh orang dengan Demensia Alzheimer.
- Apakah masih ada yang dapat dilakukan dan apa yang membuatnya merasa senang?
- Apakah masih ada sesuatu yang membuat hidupnya lebih berarti?
- Bagaimanakah keluarga sebagai yang merawat memberi dukungan pada orang dengan demensia untuk tetap beraktifitas yang membuatnya merasa berguna?
Peran penting lingkungan, kebutuhan yang tak terpenuhi, kepribadian pasien sebelum sakit dan kebiasaan yang dijalani terhadap gejala perilaku yang muncul pada orang dengan Demensia. Terjadinya kehilangan memori karena Demensia dapat menyebabkan terjadinya perubahan perilaku, namun yang berlebihan atau kehilangan kemampuan melebihi yang diharapkan merupakan masalah penting.
Lingkungan sangat bepengaruh terhadap penyebab gejala perilaku dan dapat mengurangi perilaku tertentu bila dilakukan secara positif. Meskipunpun kebiasaan yang lama dipertahankan, kepribadian orang tersebut sebelumnya dan pengalaman hidup juga mempengaruhi perilaku yang terjadi.
Mulai pahami peran kebutuhan yang tak terpenuhi yang dapat menyebabkan gejala perilaku dan psikologis pada Demensia. Adanya gejala perubahan perilaku bukan tanpa sebab, salah satu contoh didasarkan dari beberapa kebutuhan yang belum terpenuhi. Orang dengan Demensia mengalami kesulitan dalam mengetahui sesuatu sebagai sesuatu yang salah dan kesulitan dalam mengekspresikan kebutuhan mereka dalam bahasa sehingga mereka menunjukannya dalam perilaku mereka. Perilaku yang ditimbulkan adalah gejala yang muncul yang harus dicari tahu oleh keluarga supaya tidak mengganggu dan cepat bisa diatasi.
Dari uraian yang ada dapat disarankan hal-hal berikut untuk membantu seseorang dengan demensia:
- Mendengarkan
- Meyakinkan bahwa mereka tetap bisa menikmati hidup
- Suportif dan positif
- Melakukan yang terbaik supaya seseorang merasa dihargai.
Perilaku tidak terduga yang dilakukan oleh orang dengan Demensia biasanya memiliki tujuan. Orang dengan Demensia seringkali kesulitan mengtakan apa yang mereka inginkan dan apa yang mereka butuhkan. Perilaku seringkali memiliki pemicu bukannya tidak beralasan. Timbulnya perubahan perilaku bisa disebabkan kata-kata seseorang atau melihat perbuatan seseorang. berusahalah memahami dan mencari solusinya. Ingatlah solusi yang berhasil hari ini belum tentu akan berhasil juga esok hari. Seorang caregiver harus kreatif dan fleksibel dalam menghadapinya.
Berdasarkan literatur yang ada menyarankan terapi komprehensif pada demensia meliputi terapi farmakologi dan non farmakologi, mengingat risiko kematian karena penggunaan antipsikotik. Bila semua saran di atas sudah dilakukan, namun masih menemui kesulitan dan perilaku yang dilakukan belum bisa diatasi cobalah mencari dukungan dari orang lain dan dokter.
Sumber: Wardani, N, D. 2018. Manajemen Terapi Gangguan Perilaku Pada Demensia. Medical Faculty of Diponegoro University.
Prabowo, Eko. 2017. Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: Universitas Diponegoro.