Hari Kesehatan Jiwa Sedunia

Sehat negeri.....sehatlah bangsaku.....

Dunia sedang membicarakan tentang Kesehatan Jiwa. Karena memang setiap tanggal 10 Oktober ditetapkan sebagai “Hari Kesehatan Jiwa Sedunia”.

Masalah kesehatan jiwa merupakan suatu masalah serius. WHO (1990) melaporkan dari 10 masalah kesehatan utama yang menyebabkan disabilitas, 5 diantaranya adalah masalah kesehatan jiwa yaitu: depresi, alkoholisme, gangguan bipolar, skizofrenia, dan obsesif kompulsif. WHO juga memprediksikan pada tahun 2020 mendatang depresi akan menjadi penyakit urutan kedua dalam menimbulkan beban kesehatan. Menurut Prof. Askobat Gani (2005) menyatakan bahwa beban penyakit gangguan mental mencapai 13,8% dari seluruh beban penyakit di Indonesia.

Perhatian pemerintah pusat maupun daerah akan masalah kesehatan jiwa masih kurang, kita melihat masalah sekarang yang menyolok di Indonesia setiap tahun meningkat seperti tawuran, kenakalan anak remaja, narkoba/penyalahgunaan zat, kekerasan sampai pembunuhan, penyakit gangguan jiwa terlantar dan sebagainya. Kemudian perbandingan antara jumlah masyarakat atau pasien dengan tenaga ahli dibidang kesehatan jiwa, sarana dan prasarana masih dapat dikatakan jauh dari harapan.  Bagaimana dengan masalah kesehatan jiwa di negeri kita tercinta Laskar Pelangi Kepulauan Bangka Belitung ? Dari hasil Riskesdas tahun 2013 masalah Kesehatan jiwa  prevalensi gangguan Jiwa Berat  0.22% dari jumlah penduduk dewasa adalah sebanyak 1.684 penderita kemudian prevalensi yang masih dipasung 14.3% dari jumlah penderita gangguan jiwa berat  adalah 270 penderita dan prevalensi Gangguan Mental Emotional  6% dari jumlah penduduk dewasa  di perkirakan 73.398 penderita.

Ribuan orang dengan kondisi gangguan kesehatan jiwa terabaikan hak asasi manusia mereka, tidak hanya didiskriminasi, stigma dan terpinggirkan tetapi juga tunduk pada pelecehan emosional dan fisik di kedua fasilitas kesehatan mental dan masyarakat. Perawatan kualitas yang buruk karena kurangnya profesional kesehatan yang berkualitas dan fasilitas bobrok mengarah untuk lebih pelanggaran.
Tak heran, banyak individu-individu yang sakit jiwa berkeliaran di jalan, dipasung di kamar karena tak punya biaya atau stigma malu keluarganya menderita gangguan jiwa dan lain sebagainya. Seakan-akan pemerintah lebih terfokus pada penyakit fisik dibandingkan dengan penyakit jiwa. Seharusnya aspek kejiwaan juga menjadi perhatian yang perlu lebih disorot oleh pemerintah, sehingga diharapkan kesehatan jiwa masyarakat menjadi lebih sehat, dan bukan sebaliknya, menjadi lebih sakit.

Masalah kesehatan jiwa dan gangguan jiwa harus segera perhatikan dan ditanggulangi dengan serius, bukan mustahil bisa menghancurkan bangsa di masa depan. Gaya hidup sehat dan pola hidup yang sesuai dengan landasan agama tampaknya menjadi penting bagi manusia. Kesehatan jiwa tidak akan pernah menjadi prioritas pembangunan kesehatan selama terstigma hanya berbicara tentang kasus-kasus gangguan jiwa ekstrem, seperti gelandangan psikotik yang bertelanjang bulat di tepi jalan dan terabaikan oleh sistem. Gangguan jiwa tidak hanya mencakup psikotik, seperti skizofrenia, tapi juga kasus-kasus neurotik, seperti depresi dan kecemasan.
Stigma juga kerap terjadi pada level pemerintah dengan memarginalkan pembangunan kesehatan jiwa dan menganaktirikan anggaran kesehatan jiwa sehingga membuahkan prestasi pelanggaran hak asasi manusia yang luar biasa. Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesda) tahun 2013 menunjukkan terjadi 14,3 persen kasus pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa berat atau sekitar 56.000 kasus, angka yang fantastis yang berbanding lurus dengan kesediaan anggaran. Indonesia setidaknya sudah memiliki (kembali) Undang-Undang Kesehatan Jiwa yang kini lebih komprehensif, sehingga bisa dianggap serius untuk mengawal salah satu target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang menyinggung pentingnya promosi kesehatan jiwa. UU Kesehatan Jiwa sejalan dan bahkan merupakan salah satu konsep yang mampu ikut berkontribusi dalam penerjemahan Revolusi Mental,  stekholder  yang  terkait berlomba-lomba menunjukkan kemampuan masing-masing untuk menerjemahkan agenda besar Presiden tentang Revolusi Mental dalam berbagai peran mereka.

Kemudian pernyataan Menteri Kesehatan bahwa Revolusi Mental harus ditanamkan sejak dini, yaitu saat bayi dilahirkan, hingga lanjut usia, untuk dipahami bagaimana menerjemahkan Revolusi Mental melalui pembangunan kesehatan untuk rakyat Indonesia ?.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa sudah menjawab itu. Pasal 4 sampai 15 undang-undang tersebut mengatur upaya promotif dan preventif kesehatan jiwa yang selama ini terjebak pada upaya kuratif (penyembuhan) dan rehabilitatif. Sekarang terhadap
upaya promotif terutama dilaksanakan di lingkungan keluarga, keluarga diharapkan mampu mempersiapkan semua anggota keluarganya untuk beradaptasi secara baik dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan tahapan siklus.

Fasilitas Pelayanan di Bidang Kesehatan Jiwa menyelenggarakan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Masyarakat dan harus memiliki sumber daya manusia di bidang Kesehatan Jiwa, perbekalan kesehatan jiwa, serta mengikuti perkembangan teknologi dan produk teknologi Kesehatan Jiwa yang berbasis bukti.

Setiap rumah sakit jiwa wajib menyediakan ruang untuk pasien narkotika, psikotropika dan zat adiktif dengan jumlah tempat tidur paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah tempat tidur yang ada, setiap rumah sakit jiwa wajib menyediakan ruangan khusus untuk anak, wanita, dan lanjut usia, setiap rumah sakit jiwa wajib melakukan pemisahan ruangan untuk pasien sesuai dengan jenis kelamin. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Jiwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat didaerah selain Rumah Sakit Jiwa penyelenggaraannya wajib di Puskesmas, klinik pratama dan Rumah Sakit Umum (UU No 18 Thn 2014 Ps 48 – Ps54)

Bagaimana dengan RSJD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan satu-satu RSJ di Bumi Laskar Pelangi yang saat ini mempunyai 120 tempat tidur  dan mampu menampung 120 penderita gangguan Jiwa berat, perkiraan penderita gangguan jiwa berat sebanyak 1684 hanya  dapat dirawat di RSJ 120 penderita kemudian 1560 penderita gangguan jiwa berat kemana ? Dengan terbitnya undang Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang kesehatan Jiwa, masalah kesehatan jiwa di bumi Laskar Pelangi ini harus di tangani serius oleh para stakeholder pemerintah daerah provinsi / kabupaten / kota dan masyarakat, dengan upaya-upaya meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa yaitu  :

  • Pemerintah Daerah wajib mengatur dan menjamin ketersediaan sumber daya manusia di bidang Kesehatan Jiwa untuk pemerataan penyelenggaraan Upaya Kesehatan Jiwa.
  • Pemerintah Daerah Meningkatkan fasilitas pelayanan dibidang Kesehatan Jiwa meliputi:

a fasilitas pelayanan kesehatan di :

  • Puskesmas dan jejaring, klinik pratama;
  • Rumah Sakit Umum;
  • Rumah Sakit Jiwa;
  • Rumah Perawatan BKJM (Balai Kesehatan Jiwa Masyarakat)

b. fasilitas pelayanan di luar sektor kesehatan dan fasilitas pelayanan berbasis masyarakat :

  • panti sosial
  • pusat kesejahteraan sosial;
  • pusat rehabilitasi sosial;
  • rumah perlindungan sosial;
  • pesantren/institusi berbasis keagamaan;
  • rumah singgah
  • lembaga kesejahteraan sosial

Untuk mengatasipenderita gangguan jiwa yang tidak tertampung di RSJ dan amanah dari UU No 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, seharusnya RSU Pemerintah maupun Swasta  di Bumi Laskar Pelangi ini sudah seharusnya membuka  layanan kesehatan jiwa,  sehingga seorang pasien tak perlu lagi dirujuk/ dirawat ke RSJ,  RSU Pemerintah atau Swasta menyediakan psikiater dan kamar rawat inap khusus kejiwaan, juga sebagai rujukan regional dari Puskesmas di wilayah kerjanya.  Cara lain adalah dengan menyediakan layanan serupa di Puskesmas sebagai deteksi dini pada gangguan jiwa, dimana dokter umum Puskesmas telah dilatih dengan ketrampilan deteksi awal masalah kejiwaan.

RSU yang telah melaksanakan amanah UU No 18 Tahun 2014 adalah RSUD dr. H. Marsidi Judono Kabupaten Belitung fasilitas pelayanan rawat jalan dan rawat inap dengan 10 Tempat Tidur, RSUD Bangka Barat fasilitas pelayanan rawat jalan. Balai Kesehatan Jiwa Masyarakat Belitung Timur fasilitas pelayanan rawat jalan dan rawat inap 6 Tempat Tidur yang diharapkan menjadi RSJ di pulau Belitung. Keberadaan RSU dan BKJM yang telah melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa  tidak lepas dari keberhasilan kepemimpinan Direktur dan Kepala dalam memberikan pelayanan kesehatan ke masyarakat, keberhasilan para pimpinan tersebut tidak lepas dari peran dan tanggung jawab Kepala Daerah / Bupati.

Masalah Kesehatan jiwa melibatkan lintas sektoral dikarenakan konsepsi manusia yang terdiri dari tiga aspek yaitu fisik, jiwa, dan sosio cultural. Apabila ingin memperbaiki mutu sumber daya manusia, maka ketiga aspek tersebut harus diperhatikan. Jika salah satu dari ketiga aspek tersebut terabaikan, maka upayanya menjadi tidak pernah tercapai.Penanggulangan masalah kesehatan jiwa merupakan tanggung jawab pemerintah, masyarakat, sektor swasta, lembaga swadaya masyarakat serta penderita dan keluarganya. Setiap warga Negara, harus memelihara kesehatan jiwa dan raganya agar dapat hidup dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan Negara.Di dalam kontek ini, maka dipandang perlu untuk membentuk TP-KJM sebagai wadah yang memungkinkan untuk bergerak dari masing-masing SKPD dalam rangka penanganan kesehatan jiwa. Baik yang berisifat promotif, preventif, maupun rehabilitative sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.Sehingga penanganan kesehatan jiwa akan melibatkan lintas sektoral dalam rangka upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat dibidang Kesehatan Jiwa salah satu dengnaupaya pembentukkandan pendukung program Tim Pengarah Kesehatan Jiwa Masyarakat ( TP- KJM)tingkat provinsi danTim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat(TP-KJM)tingkat kabupaten / kota.

Pasca terbentuknya TPKJM ini, diharapkan mampu memaksimalkan penanganan gangguan jiwa dan membebaskan penderita gangguan jiwa dari pemasungan. Masyarakat mulai tingkat RT berperan aktif dalam menemukan dan melaporkan warga yang disinyalir mengalami gangguan jiwa. Terbentuknya Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) Kabupaten / Kota  itu merupakan terobosan baru untuk memberikan bantuan penanganan masalah kejiwaan bagi masyarakat yang membutuhkan.

Dengan peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) adalah untuk mengingatkan kita yang sehat jiwanya untuk menghormati hak-hak Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), memperluas program pencegahan masalah kesehatan jiwa antara penduduk rentan, memperluas pelayanan yang memadai dan mendekatkan akses bagi mereka yang membutuhkan serta meningkatkan upaya kesehatan jiwa secara optimal. Hak Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan  Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) sering terabaikan  baik secara sosial  yaitu masih terdapat stigma  di masyarakat sehingga keluarga menyebunyikan keberadaan anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa, hal ini menyebabkan  terbatasnya akses ODMK dan ODGJ terhadap layanan kesehatan. Sedangkan secara hukum peraturan perundang-undangan yang ada belum komprehensif sehingga menghambat pemenuhan hak ODMK dan ODGJ.

Tema HKJS tahun 2015 adalah “Dignity In Mental Health” dengan maksud  Menuju Layanan Kesehatan Jiwa Yang Bermartabat adalah sebuah seruan / ajakan menghilangkan stigma, diskriminasi dan marginalisasi terhadap ODMK dan ODGJ. Dengan tema HKJS tahun 2015 akan memunculkan kesadaran masyarakat dengan cara memastikan individu dengan masalah kejiwaan dapat melanjutkan hidup secara bermartabat.

Dengan tema HKJS tahun 2015 adalah “Dignity In Mental Health” dengan maksud  Menuju Layanan Kesehatan Jiwa Yang Bermartabat, orang yang berpotensi memiliki resiko mengalami gangguan jiwa atau orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) akan mendapatkan penanganan yang tepat sehingga ODMK tidak akan sampai “naik level” menjadi ODGJ. Dengan demikian, ODMK akan tetap bisa bekerja dengan produktif.

Kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. Artinya, masyarakat akan ikut berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan jiwa di lingkungannya. Dengan demikian, masyarakat sudah berkontribusi pada lingkungan untuk membuat masyarakat di lingkungan tersebut lebih produktif.... Sehat negeri.....sehatlah bangsaku.....

Penulis: 
dr. H Heru Effendi, Sp.KJ

Artikel

18/11/2025 | Sulaini, S.Kep.,Ns
17/11/2025 | Sieftia Lianty, S.Kep, Ners
07/11/2025 | Mewa Susnita, S.Kep, Ners
07/11/2025 | Mardiah S.Kep
18/06/2022 | Gita Riskika,S.Farm.,Apt
30/06/2016 | Wieke Erina Ariestya, S.Kep.Ners
30/11/2022 | Zurniaty, S. Farm., Apt
18/06/2022 | Gita Riskika,S.Farm.,Apt

ArtikelPer Kategori