Kasus pelecehan seksual dan perkosaan yang menimpa anak-anak dan remaja belakangan ini, semakin marak. Dimana pada kasus ini sebagian besar menimpa anak-anak dan remaja putri. Ketidak wajaran yang terjadi pada kasus pelecehan seksual dan perkosaan dimulai dari anak-anak yang masih di bawah umur, pelecehan seks terjadi di sekolah, bahkan kepala sekolah yang melakukan pelecehan seksual kepada siswi-siswinya, walikota yang menghamili ABG, hingga personel perdamaian pun melakukan pelecehan seksual.
Pelecehan seksual pada dasarnya merupakan bentuk perilaku yang memiliki muatan seksual yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang namun tidak disukai dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan akibat negatif pada diri orang yang menjadi korban, seperti: kehilangan kesucian, rasa malu, terhina, tersinggung, marah, kehilangan harga diri, dan sebagainya. Terjadinya pelecehan seksual biasanya ketika pelaku mempunyai kekuasaan yang lebih dari pada korban, yang dapat berupa posisi lebih tinggi dalam pekerjaan, kekuasaan ekonomi, kekuasaan jenis kelamin, jumlah personal yang lebih banyak, dan sebagai nya.
Pada umumnya korban pelecehan seksual dan perkosaan merupakan wanita, namun laki-laki juga dapat menjadi korban pelecehan seksual yang umumnya dilakukan oleh laki-laki juga. Kasus perkosaan sebagian besar dilakukan oleh orang sudah sangat dikenal korban, misalnya ayah (tiri maupun kandung), saudara, teman dekat, kekasih, guru, pemuka agama, atasan. Untuk kasus lainnya, perkosaan dilakukan oleh orang-orang yang baru dikenal, pelaku tindak kriminal (perampokan disertai pemerkosaan).
Rentang pelecehan seksual sangat luas meliputi siulan nakal, main mata, komentar yang berkonotasi seks, humor porno, cubitan, colekan, sentuhan di bagian tubuh tertentu atau tepukan, gerakan tertentu atau isyarat bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual sampai perkosaan.
Perkosaan merupakan perbuatan plecehan seksual yang paling ekstrim dan merupakan salah satu kejahatan paling keji. Korban pelecehan seksual dan korban perkosaan akan mengalami stres dengan tingkatan yang beda, karena peristiwa pelecehan atau perkosaan merupakan peristiwa traumatis yang membekas sangat dalam bagi korbannya. Beberapa kasus, korban kehilangan nyawanya dan banyak kasus lain meski hidup korban merasakan dampak kejahatan itu seumur hidup.
Korban akan dihadapi masalah yang semakin rumit bila tertular HIV atau hamil. Secara hukum tetap tidak diizinkan menggugurkan kandungan dari hasil perkosaaan, bila memutuskan untuk tetap melahirkan tidak mudah untuk menerima kenyataan bahwa bayi yang dilahirkannya adalah buah perkosaan. Bagi wanita yang hamil akibat perkosaaan juga tidak mudah memperoleh suami. Dibeberapa kasus, akhirnya korban menikah dengan pelaku perkosaan. Meskipun demikian tidak mudah untuk membangun bahtera rumahtangga dengan seseorang yang pernah memperkosanya.
Sedangkan dampak psikologis akibat pelecehan seksual yang terjadi pada anak/remaja meliputi perasaan dendam, penuh kebencian, marah yang tadinya ditujukan kepada orang yang melecehkannya dan kemudian menyebar kepada obyek-obyek atau orang-orang lain, selain itu dapat menimbulkan efek trauma yang mendalam terhadap korban. Korban dapat mengalami stres akibat pengalaman traumatis yang telah dialaminya, seringkali disebut dengan Gangguan Stres Pasca Trauma (Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD).
Trauma yang berarti cidera, kerusakan jaringan, luka atau shock, sementara trauma psikis diartikan sebagai kecemasan hebat dan mendadak akibat peristiwa dilingkungan seseorang yang melampaui batas kemampuannya untuk bertahan, mengatasi atau menghindar. PTSD adalah sindrom kecemasan, labilitas autonomik, ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang amat pedih setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa. PTSD diartikan juga sebagai gangguan berupa kecemasan yang timbul setelah seseorang mengalami peristiwa yang mengancam keselamatan jiwa atau fisiknya. Penting untuk mengetahui PTSD, karena banyaknya kejadian “bencana” yang telah menimpa kita, selain itu PTSD juga dapat menyerang siapapun dengan tidak memandang usia dan jenis kelamin yang mengalami kejadian traumatik.
Pada PTSD terdapat tiga tipe gajala yang sering terjadi Pertama, pengulangan pengalaman trauma ditunjukkan dengan selalu teringat akan peristiwa yang menyedihkan yang telah dialami, flashback (merasa seolah-olah peristiwa yang menyedihkan terulang kembali), nightmares (mimpi buruk tentang kejadian-kejadian yang membuat sedih), reaksi emosional dan fisik yang berlebihan karena dipicu oleh kenangan akan peristiwa yang menyedihkan. Kedua, emosional yang dangkal dan penghindaran ditunjukkan dengan menghindari merasakan, berpikir, percakapan, aktivitas, atau tempat yang berhubungan dengan trauma. Korban juga kehilangan minat terhadap semua hal, adanya perasaan terasing dari orang lain, dan memiliki emosi yang dangkal. Ketiga, terjadinya sensitifitas yang meningkat ditunjukkan dengan susah tidur, tidak dapat mengendalikan diri atau mudah marah, sulit berkonsentrasi, kewaspadaan yang berlebih dan respon yang berlebihan atas segala sesuatu.
Gejala yang menyebabkan gangguan PTSD memiliki. gangguan umum panic attack (serangan panik); depresi; perilaku menghindar; membunuh pikiran dan perasaan; merasa disisihkan dan sendiri; merasa tidak percaya dan dikhianati; mudah marah; dan gangguan yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Sedang pada anak/remaja yang mengalami pengalaman trauma dapat mengalami serangan panik ketika dihadapkan/menghadapi sesuatu yang mengingatkan mereka pada trauma. Serangan panik yang timbul berupa perasaan yang kuat atas ketakutan atau tidak nyaman yang menyertai gejala fisik dan psikologis.
Gejala fisik yang ditimbulkan meliputi jantung berdebar, berkeringat, gemetar, sesak nafas, sakit dada, sakit perut, pusing, merasa kedinginan, badan panas, mati rasa. Perilaku menghindar PTSD yaitu menghindari hal-hal yang dapat mengingatkan penderita pada kejadian traumatis. Penderita terkadang mengaitkan semua kejadian dalam kehidupannya setiap hari dengan trauma, tanpa disadari kondisi kehidupan sekarang jauh dari kondisi trauma yang pernah dialami. Bahkan menjadi lebih parah sehingga penderita menjadi takut untuk keluar rumah dan harus ditemani oleh orang lain jika harus keluar rumah.
Setelah mengalami pengalaman trauma banyak orang menjadi depresi dan menjadi tidak tertarik dengan hal-hal yang disenanginya sebelum terjadi peristiwa trauma. Perasaan yang tidak benar dikembangkan mereka seperti perasaan bersalah; menyalahkan diri sendiri; dan merasa apa yang dialami merupakan kesalahannya, meskipun semua itu tidak benar. Bahkan mereka membunuh pikiran dan perasaannya sendiri. Mereka merasa bahwa kehidupannya sudah tidak berharga sehingga mempunyai pikiran untuk bunuh diri.
Para penderita PTSD sangat memerlukan dukungan dari lingkungan sosialnya meski mereka seringkali merasa sendiri dan terpisah. Perasaan mereka akan menyulitan mereka dalam berhubungan dengan orang lain dan dalam mendapatkan pertolongan. Penderita susah untuk percaya bahwa orang lain dapat memahami apa yang telah dia alami.
Penderita akan merasa tidak percaya dan dikhianati. Akibat pengalaman yang menyedihkan menyebabkan penderita merasa kehilangan kepercayaan dengan orang lain dan merasa dikhianati atau ditipu oleh dunia, nasib bahkan oleh sang pencipta. Sikap mudah marah dan mudah tersinggung merupakan reaksi yang umum timbul pada penderita trauma. Orang lain dapat salah kapan saja, terlebih ketika penderita merasa tersakiti. Sikap marah merupakan suatu reaksi yang wajar dan dapat dibenarkan, namun bila kemarahan yang ditimbulkan berlebihan dapat mempengaruhi proses penyembuhan dan menghambat penderita untuk berinteraksi dengan orang lain.
Beberapa anak/remaja penderita PTSD mempunyai beberapa gangguan yang terkait dengan fungsi sosial dan gangguan di sekolah dalam jangka waktu yang lama setelah trauma. Anak/remaja korban kejahatan dapat menjadi sangat takut untuk tinggal sendirian, kehilangan kemampuannya dalam berkonsentrasi dan melakukan tugasnya di sekolah. Dalam situasi ini bantuan perawatan pada penderita sangat penting agar permasalahan tidak berkembang lebih lanjut.
Pada penderita terkadang timbul persepsi dan kepercayaan yang aneh. Adakalanya anak/remaja yang mengalami PTSD memiliki sikap yang menjengkelkan, seringkali untuk sementara dapat mengembangkan ide atau persepsi yang aneh (contohnya: percaya bahwa dia dapat berkomunikasi atau melihat orang-orang yang sudah meninggal). Meskipun gejala ini menakutkan yang menyerupai halusinasi dan khayalan, namun gejala itu bersifat sementara dan hilang dengan sendirinya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika anak/remaja mengalami kekerasan atau pelecehan seksual secara fisik maupun psikologis:
Kejadian tersebut dapat menimbulkan suatu trauma yang sangat mendalam dalam diri anak/remaja tersebut.
Kejadian traumatis tersebut dapat mengakibatkan anak/remaja mengalami gangguan secara mental, yaitu PTSD.
Tingkatan gangguan stress yang ditimbulkan pasca trauma berbeda-beda bergantung seberapa parah kejadian tersebut mempengaruhi kondisi psikologis anak/remaja.
Dalam proses penyembuhan gangguan stress pasca trauma diperlukan bantuan baik secara medis maupun psikologis, agar korban tidak merasa tertekan lagi dan bisa hidup secara normal. Korbanpun diharapkan dapat kembali seperti sebelum kejadian trauma.
Proses pendampingan harus dengan metode-metode yang benar sehingga dalam menjalani penyembuhan atau terapi korban tidak mengalami tekanan-tekanan baru yang diakibatkan dari proses pendampingan itu sendiri.
Sumber:
Yurika Fauzia Wardhani & Weny Lestari. 2007.
Gangguan Stres Pasca Trauma pada Korban Pelecehan Seksual dan Perkosaan
. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistim dan Kebijakan Kesehatan, Surabaya.