Keluarga merupakan tempat pertama yang digunakan oleh individual untuk berkembang, hal ini dikarenakan sedari kecil anak tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga. Sehingga peran orang tua sangat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak baik perkembangan fisik maupun perkembangan mental anak (Ariani, 2009). Keluarga broken home merupakan keluarga yang mengalami kondisi perpecahan atau kerusakan dalam rumah tangganya, atau dapat diartikan juga bahwa keluarga broken home ialah keluarga yang tidak mempunyai keharmonisan dalam rumah tangganya, sering terjadi keributan dan perselisihan bahkan terjadinya perceraian (Jhon dan hasan, 2008).
Perceraian ialah kondisi suami istri yang tidak lagi memiliki jiwa untuk saling memberikan kasih sayang, sehingga landasan pada perkawinan yang telah dibangun lama menjadi goyah dan sulit untuk menopang kehidupan keluarga yang harmonis. Maka hubungan suami istri ini makin lama semakin merenggang dan terjadinya perpisahan dalam berumah tangga (Kardawati, 2014). Perceraian kedua orang tua dapat memberikan dampak yang buruk bagi perkembangan anak. Menurut Shohib, (2010) percerain dan perpisahan dapat berakibat buruk untuk perkembangan kepribadian anak. Berikut dampak dari broken home untuk anak menurut Ardila dan Cholid, (2021):
1. Psikologis yang kurang baik dalam keluarga
Perceraian kedua orang tua dapat memberikan kekosongan pada anak, dimana anak akan merasakan kehilangan sosok orang tua lengkapnya yang tidak dapat melakukan aktivitas dan bermain bersama lagi, sehingga hal ini juga dapat menyebabkan perubahan sikap pada anak seperti memilih menyendiri, merasa tidak aman, sulit untuk bersosialisa dengan orang sekitar, selain itu juga broken home dapat membentuk kepribadian yang kurang sehat untuk anak, anak gampang emosian, dan juga tidak memiliki rasa bertanggung jawab.
2. Dampak pendidikan.
Broken home dapat mempengaruhi pola pikir anak, sehingga pendidikan anak tidak berjalan baik bahkan tidak sedikit dari anak broken home yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya sesuai target yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya orang tua dalam memberikan perhatian dan pengalaman yang dapat memberikan semangat untuk anak mengejar pendidikannya.
Selain kedua dampak itu ada pun dampak lain dari broken home terhadap anak yang telah memasuki usia remaja yaitu mereka akan lebih selektif dalam memilih pasangan, hal ini dikarenakan takutnya terjadi kegagalan yang sama seperti yang dialami orang tuanya. Menurut vidanska et al. (2019) remaja broken home berjenis kelamin laki laki cenderung akan mencari pasangan yang bertindak seperti ibu mereka, sedangkan remaja broken home perempuan akan mencari pasangan yang tidak sama seperti ayah mereka, hal ini disebabkan dari kasus perceraian orang tua narasumber memiliki pola yang sama yaitu adanya orang ketiga, ibu yang selalu tersakiti. Dari kasus ibu yang kerap disakiti ini lah membuat presepsi pada remaja perempuan yang tidak mau memilih pasangan yang seperti ayah mereka, dan pada remaja laki laki mereka memandang ibu yang menjadi perawat yang baik dan bertanggung jawab terhadap kehidupan mereka, tidak seperti ayah mereka yang lari dari tanggung jawab. Sehingga remaja lelaki membentuk presepsi untuk mencari pasangan yang bertindak sama seperti ibu mereka.
Dari dampak diatas, broken home dominan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan anak, namun ada juga dampak positif terhadap perkembangan anak jika orang tua tetap memberikan kasih sayang perhatian dan kepeduliannya terhadap anak. Orang tua juga dapat dibantu oleh pihak ketiga seperti konselor untuk membantu membimbing anak broken home menyelesaikan masalahnya. Upaya yang dapat dilakukan konselor dalam membantu anak broken home menyelesaikan masalahnya ialah yang melalui proses bimbingan. Pertama melakukan layanan informasi, pada sesi ini konselor akan menggali informasi untuk anak bisa diberi bekal pengetahuan mengenai lingkungan hidup, pendidikan,dan belajar bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat. Sehingga dari sesi ini dapat mengarahkan anak broken home menentukan tujuan hidupnya ke arah yang lebih baik dan juga dapat meningkatkan kualitas bersosialisa kepada keluarga dan juga lingkungan lain.
Sumber:
Ardila, Cholid. (2021) ‘Pengaruh Broken Home Terhadap Anak’, Jurnal Hasil Penelitian Mahasiswa, 6(1), pp. 1-14.
Ariani, Ilma. 2009. Konsep Perceraian. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta.
John M. Echols, & Hasan Shadily. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, (2008) h.81.
Kardawati, Dampak Broken Home. (http://Sumber, blogspot. Com) Diakses tgl 29 Mei 2014.
Moh. Shohib, Pola Asuh Orang Tua untuk Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta: Rineka Cipta, 2010) h.20.
Vidanska, B.N.P., Arifin, H.S., dan Prihandini, Puji. (2019) ‘Pengalaman Komunikasi Dewasa Muda Dengan Keluarga Broken Home Dalam Menjalin Hubungan Romantis’, Journal politikom Indonesia, 4(2), pp. 104-125.