Dengan Sehat Jiwa menjadikan PNS yang berkualitas

Dengan Sehat Jiwa menjadikan PNS yang berkualitas

dr. H. Heru Effendi Sp.KJ

Psikiater

 

Fenomena PNS yang tidak disiplin (indisipliner) sebenarnya sudah menjadi gejala umum yang terjadi saat ini. Sebuah pertanyaan muncul, dimanakah komitmen seorang PNS untuk mengabdi pada Negara ? Bagaimana mutu dan kualitas seorang PNS  akan semakin meningkatkan ? Bagaimana  etos kerja dan kinerja seorang PNS ? Pertanyaan tentang kualitas PNS dari rakyat adalah hal yang sewajarnya,  kemudian upaya Pemerintah dengan membuat peraturan-peraturan yang menumpuk,  Apakah sudah  membuat perubahan pada mental PNS ? Kenyataannya laporan-laporan  dari berbagai daerah  PNS yang mangkir (indispliner) ada mengalami peningkatan.

Salah satu upaya Pemerintah untuk mendapatkan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang profesional dan berkualitas sejumlah daerah termasuk di Kepulauan Bangka Belitung dengan  IPK minimal 2,75 (dua koma tujuh lima).

Kebijakan pembatasan IPK minimal untuk mendaftar dalam tes seleksi penerimaan CPNS memunculkan pertanyaan apakah benar para lulusan yang mempunyai IPK tinggi; ketika kelak mereka menjadi PNS akan lebih bermutu dan sekaligus professional dibandingkan dengan mereka yang memiliki IPK (lebih) rendah dan apakah dengan IPK yang tinggi seorang PNS yang diterima  akan memberikan memberikan kualitas terbaik sebagai abdi Negara ? Jawabannya belum tentu benar, karena IPK  hanya berupa gambaran kepandaian secara akademis sedangkan kepandaian sosial dan emosional tidak terlihat secara nyata pada IPK tersebut.

Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) acap mendapat sorotan dari berbagai kalangan, bahkan, berbagai media masa hampir setiap hari memberitakan tentang buruknya kinerja PNS. Pasalnya, para PNS dinilai kurang produktif, menghamburkan uang negara, dan  indisipliner serta beretos kerja rendah. Stigma buruk itu umumnya ditujukan kepada para PNS di hampir seluruh instansi pemerintah,  Salah satu contoh pada setiap libur Idul Fitri PNS selalu saja masih minta “menawar” untuk menambah hari libur. Padahal sesuai Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg-PAN), yang diputuskan dengan menteri lain terkait setiap tahun, hari cuti dan libur nasional PNS telah diatur sesuai jadual. Namun toh meskipun ketentuan itu sudah diatur faktanya tak sedikit PNS yang masih mangkir dan molor masuk kerja.

Apakah rendahnya kinerja PNS ini berhubungan langsung dengan proses seleksi penerimaan CPNS ?. Adanya proses seleksi untuk menjadi PNS sebenarnya merupakan suatu keuntungan tersendiri bagi pemerintah. Dengan formasi terbatas dan jumlah pelamar yang banyak apabila diadakan proses seleksi yang baik dan benar maka harapan untuk mendapatkan calon pegawai yang bermutu dan profesional adalah suatu hal yang sangat mungkin.  Dan apabila di kemudian hari PNS yang didapatkan melalui proses seleksi yang memakan banyak dana ini berkualitas rendah serta tidak profesional, maka kita patut bertanya apa ada yang salah dalam proses rekrutmen calon PNS ?

Pada seleksi penerimaan ada hal yang sangat di abaikan dan tidak menjadi perhatian dari pemerintah mengenai kesehatan jiwa dan kepandaian mental-emosionalnya calon PNS,  artinya pemerintah belum menyadari, bahwa mental punya peranan luar biasa terkait hasil atau gol yang akan dicapai seseorang calon PNS nanti.  Banyak lembaga, institusi atau perusahaan hanya melakukan pemeriksaan kesehatan fisik bagi calon pegawainya. Sementara pemeriksaan kesehatan jiwa cenderung diabaikan. Padahal pemeriksaan kesehatan jiwa tak kalah penting karena terkait dengan performa yang akan ditunjukkan saat bekerja.

Kesehatan Jiwa tidak boleh diabaikan, karena kesehatan jiwa merupakan sarana mutlak untuk meningkatkan produktifitas dan merupakan prasyarat utama dalam pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas, berimbas pada terbentuknya PNS sebagai insan yang andal, mandiri dan mampu bertahan di tengah persaingan global.

            Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi sehat, emosional, psikologis, dan sosiologi yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional.

A mind that grows and adjust, is in control and is free of stress. Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan, dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Sikap yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan, dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan. Suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari seorang PNS dan perkembangan itu selaras dengan keadaan lingkungan bekerja.

Menurut WHO, kesehatan jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak gangguan jiwa melainkan mengandung berbagai karakteristik yang bersifat positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadian yang bersangkutan.

            Menjadikan perhatian serius dari para ahli jiwa (Psikolog dan Psikiater) indispliner PNS ada hubungan dengan kesehatan mental-emosional. Mentalitas oknum PNS, seperti, melanggar aturan norma, komitmen rendah, integritas buruk, mangkir tanggung jawab dalam kerja, KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), Penggunaan / pecandu Narkoba,  hingga tindak Pidana Korupsi,.

             Apa faktor-faktor  yang menyebabkan indispliner PNS  ? Untuk menjawab pertanyaan mengapa PNS tidak disiplin beberapa pendapat menganalisa sebagai berikut :

Pertama, hilangnya figur panutan atau keteladanan dalam hal disiplin.

            Panutan atau keteladanan dalam organisasi pemerintahan ini tentunya harus ditunjukkan oleh para pimpinan SKPD dimana para PNS tersebut bekerja. Secara struktural, maka seharusnya panutan atau keteladanan ini ditunjukkan oleh para Pejabat Struktural eselon II dan eselon III. Faktanya yang terjadi adalah para PNS bawahan hilang Tut Wuri Handayani terhadap atasan contohnya bawahannya diwajibkan apel  pagi, sementara pimpinannya sendiri tidak mematuhi aturan tersebut, pastilah tidak nyambung.

Kedua, sistem pemberian sanksi yang tidak tegas terhadap para PNS yang melanggar aturan kedisiplinan.

 Sistem pemberian sanksi ini merupakan elemen penting apabila seorang pimpinan menegakkan disiplin terhadap anak buah atau bawahannya tidak adil.

Ketiga, sistem pengembangan karir yang tidak jelas bagi PNS.

Setiap PNS berkeinginan untuk maju dan berkembang dalam perjalanan karirnya sebagai aparatur negara dan pelayan masyarakat. Oleh karena itu peraturan perundang-undangan kepegawaian telah mengatur bagaimana pola pengembangan karir PNS ini dengan jelas. Kepastian arah pengembangan karir ini penting dalam memberikan motivasi kepada PNS untuk bekerja dengan baik dan disiplin karena seorang PNS yakin bahwa suatu saat ketika masa kerja dan pangkatnya bersyarat untuk menduduki jabatan tertentu, maka yang bersangkutan akan memperolehnya tanpa harus menggunakan cara-cara feodal yang tidak rasional. IP (Indeks Prestasi) yang menentukan, bukan IP (Indeks Pendekatan atau Indeks Penjilat ). Fakta yang terjadi sistem pengembangan karir itu semakin tidak jelas, kemampuan kerja dan kompetensi sama sekali tidak dipertimbangkan dalam penempatan pejabat. sistem seperti ini telah membuat sikap apatis para PNS dan mengatakan untuk apa disiplin dan kerja keras kalau kita tidak menjanjikan apa dalam pengembangan karir sebagai PNS.

Beberapa pendapat bahwa kelalaian ketiga faktor tersebut hal yang penting dalam memicu utama terjadinya prilaku indisipliner para PNS, tetapi  menurut kami pandapat tersebut tidak sepenuhnya bisa diterima, tidak memandang terhadap mentalitas dari oknum PNS dan kami berpendapat bahwa indispliner seorang oknum PNS ada hubungannya dengan kesehatan mental emosi.

Apakah gangguan mentalitas tersebut dapat terdeteksi dengan pemeriksaan kesehatan jiwa ? Pemeriksaan kesehatan jiwa tujuannya adalah untuk mengukur  gambaran tentang dimensi-dimensi kepribadian, melihat adanya gangguan jiwa ataupun gejala psikopatologi pada seseorang, dan dapat melihat  seseorang  mempunyai kematangan ego yang baik, kemampuan untuk menahan emosi dan dominansinya di dalam kehidupan sosial.

Hasil dari pemeriksaan kesehatan jiwa dapat mendektasi mental dan memperlihatkan  kecenderungan adanya gejala- gejala psikopatologi yang dapat muncul bila seseorang  mengalami tekanan dalam pekerjaannya seperti antara lain gejala depresi, gangguan  kepercayaan terhadap orang lain, kecurigaan dan sensitivitas, skizofrenia, hypochondriacs, kecemasan, keragu-raguan,dan pikiran obsesif dan bahkan dapat memprediksikan kecenderungan adanya perilaku berbahaya antisosial seperti penggunaan zat beralkohol, kecenderungan ketergantungan terhadap sesuatu zat (narkoba), melanggar peraturan dan  sampai melakukan korupsi. Kondisi ini pastinya akan mempengaruhi terhadap kinerja seorang PNS tersebut yang tidak berkualitas, indespliner  dan menimbulkan masalah di SKPD nya. Pernah penulis melakukan evaluasi dari beberapa oknum PNS yang indispliner dari hasil pemeriksaan Kesehatan jiwa ditemukan gangguan kepribadian perilaku Antisosial kasus paling banyak, kemudian kecemasan terakhir psikotik. Seandainya pada saat perekrutan seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) serius dalam pemeriksaan kesehatan jiwa maka perilaku-perilaku tersebut dari awal sudah terditeksi.

Kedepan untuk mendapatkan PNS yang berkualitas Pemerintah harus  merubah sistem perekrutan CPNS terutama keseriusan dalam pemeriksaan kesehatan fisik dan jiwa. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masayarakat bangga karena  Institusi yang berkepentingan dalam pemeriksaan Kesehatan Jiwa dan Fit -Proper tes Jiwa adalah RSJ milik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang  berada di kota Sungailiat. Pemerintah Daerah Provinsi dan Kota / Kabupaten, BUMN atau BUMD, Perusahan swasta dapat memanfaatkan fasilitas RSJ tersebut dan  tenaga ahli (Psikiater, Psikolog)  cukup berpengalaman kemudian alat instrument cukup memadai, tidak perlu lagi Pemerintah Daerah mengundang lembaga dari luar.

Dengan rekrutmen yang baik maka diharapkan PNS yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. PNS diserahi tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu.

 

 

 

 

Penulis: 
dr.H.Heru Effendi,Sp.KJ

Artikel

02/12/2024 | Gita Riskika,S.Farm.
29/11/2024 | Gita Riskika,S.Farm.
28/11/2024 | Rakhmawati Tri Lestari, S.Psi., M.Psi.
28/11/2024 | Zurniaty, , S. Farm., Apt
26/11/2024 | Ns..Sri Rahmawat,AMK,S.Kep.
18/06/2022 | Gita Riskika,S.Farm.,Apt
30/06/2016 | Wieke Erina Ariestya, S.Kep.Ners
30/11/2022 | Zurniaty, S. Farm., Apt
18/06/2022 | Gita Riskika,S.Farm.,Apt

ArtikelPer Kategori