Bau mulut dikenal dengan istilah medisnya halitosis merupakan masalah yang ada di dalam rongga mulut . Rongga mulut adalah pintu pertama masuknya bahan-bahan kebutuhan untuk pertumbuhan individu yang sempurna. Rongga mulut juga merupakan tempat mikroorganisme penyebab infeksi yang dapat mempengaruhi keadaan kesehatan umum. Kesehatan mulut dan kesehatan umum saling berhubungan, karena kesehatan gigi dan mulut dapat mempengaruhi kesehatan umum Kesehatan mulut sama pentingnya dengan kesehatan tubuh umumnya. Perubahan jaringan di mulut juga menandakan perubahan status kesehatan.
Halitosis menjadi masalah untuk semua jenis usia baik pria maupun wanita. Halitosis menyebabkan masalah sosial dan psikologis bagi seseorang dan berefek pada hubungan seseorang dengan orang lain (Aylikci & Colak, 2013). Sumber bau mulut atau halitosis disebabkan karena adanya tumpukan plak pada gigi, Plak gigi dapat membentuk karang gigi. Makanan sisa yang tertinggal di mulut dan bercampur dengan saliva dapat membentuk plak. Seseorang yang tidak menyikat gigi dengan benar dapat mengalami hal tersebut. Plak yang terbentuk dapat menyebabkan masalah pada gigi, karena mengandung bakteri. Setelah itu, plak pada gigi yang tertinggal selama beberapa hari dapat mengeras. Pada akhirnya, zat tersebut dapat membentuk karang gigi, Karang gigi yang terbentuk dapat membuat gigi menjadi kuning dan mengeluarkan bau tidak sedap ketika berbicara bahkan bernapas. Karang gigi dapat menyebabkan penyakit pada gusi. Penyakit gusi pada umumnya disebabkan oleh penumpukan bakteri plak gigi dan juga dapat terkait penyakit sistemik (jantung, diabetes, penyakit pencernaan, dsb).
Warna gusi yang sehat yaitu pink coral atau merah muda pucat, tidak ada perdarahan gusi. Tanda awal peradangan gusi yaitu adanya benjolan pada gusi. Penyakit gusi dapat berdampak pada beberapa bagian tubuh, diantaranya berpengaruh terhadap kualitas hidup secara umum. Orang dengan penyakit gusi berisiko memiliki penyakit jantung, pneumonia dan penyakit saluran napas, memperparah kondisi gula darah pada penderita diabetes, serta berhubungan dengan penyakit sendi. Oleh karena itu mencegah penyakit gusi ini sangatlah penting. Jika muncul gejala penyakit gusi sebaiknya segera berkonsultasi ke dokter, untuk ditelusuri terlebih dahulu penyebabnya, sehingga nantinya dapat dilakukan penanganan yang tepat. Beberapa tips pencegahan penyakit gusi, diantaranya menyikat gigi rutin minimal 2 kali sehari, gunakan benang gigi/sikat gigi khusus sela-sela gigi, berkumur dengan obat kumur jika perlu, bersihkan karang gigi setiap 6 bulan sekali, lakukan check-up gigi rutin ke dokter gigi, konsumsi makanan bergizi seimbang,
Sumber lain penyebab bau mulut salah satunya antara lain adanya sisa makanan disela-sela gigi berlubang atau karies gigi . Pada tahap awal gigi berlubang , gigi masih vital, karies gigi dapat meningkatkan kadar VSC yang disebabkan karena adanya pembusukan sisa makanan oleh bakteri didalam karies sehingga akan menimbulkan halitosis atau bau mulut. Pada tahap karies lanjut atau karies sudah mencapai pulpa bila tidak dilakukan perawatan maka dapat menimbulkan peradangan pada jaringan pulpa. Jaringan Pulpa yang meradang bila tidak dirawat lama kelamaan akan menyebabkan kematian dan membusuk merupakan penyebab halitosis atau bau mulut.
Selain berasal gigi dan gusi, fakto lain penyebab bau mulut antara lain :
1. Makanan Tertentu
seperti bawang putih dan bawang bombay, atau makanan apa pun, bisa diserap ke dalam aliran darah. Hingga makanan tersebut keluar dari tubuh, ia berpotensi memengaruhi pernapasan menjadi bau.
2. Perawatan Kesehatan Mulut yang Buruk
Tanpa menyikat gigi secara benar dan teratur, serta pemeriksaan gigi rutin, makanan akan tetap berada di dalam mulut. Ini bisa menjadi tempat berkembang biak bagi bakteri. Makanan yang terkumpul di gigi, gusi, dan lidah bisa membusuk. Hal ini menyebabkan bau dan rasa yang tidak enak di mulut.
3. Pembersihan Gigi Palsu yang Tidak Benar
Gigi palsu yang tidak dibersihkan dengan benar dapat mengumpulkan bakteri, jamur, dan sisa partikel makanan, yang menyebabkan bau mulut.
4. Bakteri Penyebab Bau pada Lidah
Bakteri tertentu di bagian belakang lidah dapat berinteraksi dengan asam amino dalam makanan dan menghasilkan senyawa belerang yang berbau
5. Penyakit Periodontal
Salah satu gejala utama penyakit gusi ini adalah bau mulut yang tidak sedap, dan rasa yang tidak enak di mulut. Kondisi ini membutuhkan perawatan segera oleh profesional kesehatan mulut.
6. Mulut Kering (Xerostomia)
Kondisi ini sering menjadi bagian penting dari bau mulut. Ketika penurunan besar dalam produksi air liur, mulut tidak dapat membersihkan dirinya sendiri dan menghilangkan kotoran dan partikel yang ditinggalkan oleh makanan. Mulut kering dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu, gangguan kelenjar ludah, atau karena selalu bernafas melalui mulut, bukan hidung.
Apakah bau mulut bisa sembuh? Perlu adanya pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter gigi terlebih dahulu untuk dapat dinilai apakah ada gangguan di rongga mulut atau organ tubuh lainnya. Setelah ditemukan penyebabnya berasal dari kerusakan gigi dan penyakit gusi dilakukan pengobatan rumah sederhana dan perubahan gaya hidup, seperti peningkatan kebersihan gigi dan berhenti merokok, sering kali dapat menghilangkan bau mulut. Tindakan seperti penambalan gigi, scaling, polishing, sikat gigi , serta pembersihan lidah dilakukan untuk meningkatkan kebersihan mulut sehingga bau mulut dapat dikurangi. Prosedur tersebut pada umumnya dilakukan untuk menghilangkan akumulasi plak bakteri atau mengurangi jumlah bakteri. Dengan menjaga oral hygiene, aktivitas bakteri dapat ditekan sehingga halitosis akan berkurang.
Referensi : Cortelli J.R, & Barbosa M.D, Westphal MA. Halitosis: A Review of Associated Factors and Therapeutic Approach. Brazilian Oral Research 2008; 22: 44- 54. Pintauli, S., 2008, Masalah Halitosis dan Penatalaksanaannya, Dentika Dental Journal, 13(1): 74-79. Bollen CM and Beikler T. Halitosis: The Multidisciplinary The Prevalence of Self Reported Halitosis and Oral Hygiene Practices Among Libyan Students and Office Workers Approach. International Journal Oral Science. 2012; 4:55- 63.