BAGAIMANA PENERIMAAN DAN PENOLAKAN KELUARGA TERHADAP ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA (ODGJ) DENGAN KASUS SKIZOFRENIA

Berdasarkan data dari Riset kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 didapatkan bahwa penderita gangguan jiwa di Indonesia sebanyak 6,7 per 1000 Rumah tangga. Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang paling banyak dialami dan terjadi di Indonesia. Prevalensi penderita gangguan jiwa di Indonesia berada pada 0,3% sampai 1 %. Penderita skizofrenia akan lebih sering menunjukkan gejala psikotik seperti delusi dengan ciri khas berupa gangguan perasaan akan kemegahan dan halusinasi dengan ciri khas berupa mendengar suara yang tidak didengar orang lain (Trevisan et al., 2020).

Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) berat merupakan penyakit yang mempengaruhi cara berpikir, emosi, dan perilaku seseorang. Keberadaan seseorang yang mengalami gangguan jiwa dalam keluarga akan mempengaruhi keberlangsungan keluarga tersebut. Ketidakmampuan keluarga dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan situasi tersebut menyebabkan keluarga tidak bisa merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan baik. Akan tetapi, ada banyak permasalahan dalam keluarga dalam penerimaan dan penolakan anggota keluarganya dengan gangguan jiwa.

 Penerimaan keluarga merupakan sikap menerima orang lain tanpa adanya persyaratan ataupun penilaian secara keseluruhan (Candra & Kartika, 2019). Adapun penerimaan keluarga merupakan bagian dari suatu efek psikologis dan bagaimana perilaku keluarga dalam merawat anggota keluarganya melalui kepedulian, dukungan dan pengasuhan (Isnawati & Yunita, 2019). Adanya sikap positif dalam penerimaan keluarga terhadap ODGJ misalnya perilaku keluarga yang membantu pasien untuk menjadi orang yang lebih baik lagi sehingga mampu mencegah ataupun memperbaiki masalah kesehatan ODGJ itu sendiri.

Beban yang dirasakan keluarga terkadang mempengaruhi kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa. Beban keluarga merupakan sejumlah dampak yang dirasakan oleh anggota keluarga yang lain akibat anggota keluarga yang sakit dan mempengaruhi situasi emosi keluarga. Keluarga merasakan stres, bingung, cemas, dan malu. Keluarga sering bertanya bagaimana cara merawat anggota keluarga yang gangguan jiwa, kapan bisa sembuh, dan mengapa perilakunya tidak wajar seperti marah tanpa ada sebab, menolak untuk makan, minum dan tidak mau mandi dalam waktu yang lama. Beban yang dirasakan keluarga dalam rentang rendah, sedang, hingga tinggi. Adapun yang menjadi penolakan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa adalah menganggap anggota keluarga dengan gangguan jiwa sebagai beban bagi keluarga. Hal ini juga beban terkait perasaan atau emosional keluarga selama merawat. Ada beberapa beban yang dimaksud, diantaranya :

  1. Keluarga merasa kelelahan karena harus menemani setiap saat, sehingga keluarga kurang tidur yang cukup setiap malam. Kelelahan yang dialami seringkali menyebabkan penurunan kesehatan anggota keluarga yang lain.
  2. Selain itu, keluarga harus memikirkan dan mempersiapkan sejumlah dana untuk pengobatan jangka panjang, biaya pergi ke rumah sakit untuk kontrol, dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Situasi emosi keluarga mempengaruhi kemampuan keluarga dalam merawat. Salah satu kemampuan keluarga adalah mengambil dan membuat keputusan terkait perawatan dan menciptakan lingkungan yang mendukung untuk proses penyembuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga tidak mengizinkan anggota keluarga yang gangguan jiwa untuk meninggalkan rumah, memisahkan dari masyarakat, atau menempatkan mereka di kamar khusus tidak jauh dari rumah.

Permasalahan dalam Keluarga

Keputusan yang diambil keluarga terkait perawatan dipengaruhi oleh pemahaman keluarga tentang penyebab gangguan jiwa, masih ada yang berpikir bahwa penyebab gangguan jiwa adalah  roh halus, mistis dan penyihir, sehingga beberapa keluarga membawa penderita gangguan jiwa ke pengobatan tradisonal seperti dukun, ahli agama dan tokoh masyarakat sebelum akhirnya dibawa ke pelayanan kesehatan jiwa seperti puskesmas atau Rumah Sakit Jiwa.

Selain itu, keluarga mengalami kesulitan dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pemulihan. Pengobatan jangka panjang yang harus dijalani penderita gangguan jiwa menyebabkan keluarga merasa jenuh, sulit menerima kondisi yang dialami anggota keluarga yang sakit, termasuk menghormati dan memupuk sikap tanggung jawab sebagai pemberi perawatan di keluarga. Keluarga sering kesulitan mengendalikan emosi. Situasi tersebut dan menyebabkan anggota keluarga yang gangguan jiwa merasa tidak nyaman dan pada akhirnya berisiko untuk mengalami kekambuhan.

Konflik keluarga juga menjadi penyebab ODGJ merasakan pengalaman tidak menyenangkan dan menjadi salah satu faktor penyebab perilaku agresif pada ODGJ. Penolakan yang menyebabkan stigma diri yang dirasakan Orang dengan gangguan jiwa dilaporkan sebagai mediator Harga diri rendah dan rendahnya efikasi diri pada Klien dengan gangguan jiwa. Penolakan dapat berbentuk pengasingan dimana ODGJ dijauhkan ataupun dipisahkan dari lingkungan sebelumnya. Dalam studi sebelumnya dijelaskan bahwa pengasingan dan diskriminasi pada ODGJ menyebabkan penurunan kualitas hidup spesifik (SQoL) pada semua aspek yaitu aspek motivasi dan energy, aspek psikososial, dan aspke fisik, namun pengasingan memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan diksriminasi yang diterima.

Stigma Keluarga dan Masyarakat

Permasalahan yang muncul dalam proses penerimaan keluarga terkait kondisi anggota keluarga dengan gangguan jiwa adalah banyaknya waktu yang terbuang dalam pekerjaan, mengeluarkan banyaknya biaya hidup serta terbatasnya waktu untuk bersosialisasi, timbulnya perasaan stress, depresi, malu, perasaan bersalah dan stigma dari keluarga.

Penolakan keluarga seperti ini akan memberikan dampak stigma diri pasien dengan masalah kejiwaan. pasien akan merasa dicap, dihakimi, dan ditolak oleh keluarga sehingga klien menghindari untuk mengekpresikan perasaannya. Stigma dari orang lain menyebabkan self-stigma atau stigma diri yang mengakibatkan ODGJ tidak menghargai dirinya sendiri dan memunculkan perasaan kegagalan atau yang biasa disebut efek Why Try (Mengapa harus mencoba) “mengapa saya harus mencoba mencapai tujuan saya, saya tidak berguna dan tidak akan mampu mencapai tujuan saya”, hal ini kemudian dikaitkan sebagai penyebab peningkatan level depresi dan perlambatan pemulihan pada ODGJ. ODGJ juga mengungkapkan sering mendapatkan stereotype dari orang lain bahwa mereka tidak memiliki kemampuan, tidak mempu bekerja karena penyakitnya, inferior, bodoh, berbahaya dan selalu mencari perhatian. Pengalaman pasien dengan gangguan jiwa yang hidup di Rumah Sakit Jiwa dan mendapatkan penolakan keluarga penting untuk di eksplorasi untuk mendapatkan pemahaman secara mendalam terkait perspektif pasien terhadap penolakan keluarga mengingat keluarga seharusnya memegang peranan penting dalam perawatan ODGJ.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

https://www.researchgate.net/publication/337208319_Family_Burden_Effect_on_the_Ability_in_Taking_Care_of_Schizophrenia_Patient

Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta: Balitbangkes Kemenkes RI; 2018.

 

 

 

 

 

 

Penulis: 
Indah Wulandari, S.Kep, Ners
Sumber: 
Perawat Rumah Sakit Jiwa Daerah

Artikel

02/12/2024 | Gita Riskika,S.Farm.
29/11/2024 | Gita Riskika,S.Farm.
28/11/2024 | Rakhmawati Tri Lestari, S.Psi., M.Psi.
28/11/2024 | Zurniaty, , S. Farm., Apt
26/11/2024 | Ns..Sri Rahmawat,AMK,S.Kep.
18/06/2022 | Gita Riskika,S.Farm.,Apt
30/06/2016 | Wieke Erina Ariestya, S.Kep.Ners
30/11/2022 | Zurniaty, S. Farm., Apt
18/06/2022 | Gita Riskika,S.Farm.,Apt

ArtikelPer Kategori