Kesehatan fisik dan jiwa yang sehat menjadi tujuan setiap manusia, sehingga dapat menjalankan, melakukan hal yang dilakukan orang lain pada umumnya, berjuang mencapai cita-citanya.
Sakit, Jatuh sakit, atau menderita sakit adalah suatu kondisi dimana fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan seseorang berkurang atau terganggu. Dengan merasakan gejala, penerimaan terhadap sakit lalu kontak dengan pelayanan kesehatan, dan selanjutnya seseorang kembali berproses menuju fungsi sebelum sakit.
Demikian secara singkat dan sederhana urutan proses sakit menuju sehat tergambarkan. Pada pasien yang menderita penyakit fisik yang mendapat pelayanan kesehatan atau dirawat di rumah sakit – rumah sakit umum baik rumah sakit milik pemerintah atau milik swasta , proses lanjut setelah selesai perawatan di rumah sakit adalah pasien dijemput / dibawa pulang keluarga, untuk berproses menuju fungsi sebelum pasien jatuh sakit dengan bantuan keluarga dirumah.
Bagaimana dengan pasien yang mengalami gangguan jiwa, yang di rawat di rumah sakit jiwa, Samakah prosesnya..? Adakah perbedaannya...?
Tentu saja sama prosesnya, Pasien gangguan jiwa yang dirawat inap dan telah dinyatakan oleh dokter penanggung jawab pasien bahwa sudah cukup tenang, selanjutnya berproses menuju fungsi sebelum pasien jatuh sakit yaitu dilanjutkan dengan pengobatan dirumah dengan pengawasan keluarga pasien. Tetapi hal berbeda yang terjadi pada proses pasien rumah sakit jiwa, walaupun pasien dinyatakan dokter penanggung jawabnya sudah bisa dijemput pulang keluarga , tetapi fihak keluarga tidak dengan segera menjemput anggota keluarganya, bahkan di beberapa kasus keluarga terkesan tidak perduli dan membiarkan anggota keluarganya dirawat di rumah sakit jiwa dalam waktu yang cukup lama, beberapa bahkan ada keluarga pasien membiarkan anggota keluarganya dirawat di rumah sakit jiwa hingga berbulan – bulan lamanya. Hal tersebut dapat meningkatkan rata- rata hari rawat pasien yang selanjutnya berpengaruh pada gambaran pelayanan rumah sakit.
Tak jarang, malah bisa dikatakan seringkali perawat / petugas rumah sakit jiwa berulang – ulang menghubungi fihak keluarga pasien , pihak puskesmas yang juga memiliki program kesehatan jiwa serta melibatkan perangkat desa dimana pasien bermukim agar pasien dapat dijemput pulang keluarga untuk sesegera mungkin pasien menjalani proses penyembuhan / sosialisasi dilingkungan menuju fungsinya sebelum jatuh sakit. Dibeberapa kasus diperlukan koordinasi yang cukup panjang, lama dan tidak mudah antara pihak rumah sakit jiwa , puskesmas terkait program jiwa beserta kader – kader jiwa, pihak perangkat desa serta pihak keluarga pasien untuk mencari jalan keluar akan hal ini.. Dari pihak rumah sakit jiwa sudah ada upaya yang cukup maksimal dalam mempersiapkan lingkungan keluarga untuk pasien pulang dengan melakukan program discharge planning, yaitu persiapan pasien pulang dengan mengedukasi keluarga tentang kondisi pasien, tentang caca merawat pasien, tentang kepatuhan minum obat bagi pasien, serta mengkondisikan lingkungan pasien untuk bersosialisasi.
Taraf kepedulian, tanggungjawab dari keluarga pasien gangguan jiwa dan penerimaan dari keluarga saat pasien pulang dari rawat inap di rumah sakit jiwa untuk selanjutnya perawatan dirumah sangatlah terasa kurang, dan perlu menjadi perhatian untuk dapat dicari usaha supaya ada perbaikan.
Pasien yang mengalami gangguan jiwa memiliki kualitas hidup baik jika teratur minum obat , patuh akan intervensi kesehatan yang diberikan petugas medis. Hal tersebut harus disertai dukungan dari keluarga pasien saat perawatan dirumah. Kurangnya dukungan dan kepedulian dari keluarga terhadap anggota keluarganya yang terkena gangguan jiwa akan berdampak memperberat / mempercepat tingkat kekambuhan. Angka relaps semakin tinggi.
Kurangnya kepedulian dan kurangnya penerimaan keluarga untuk merawat dirumah anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa dimungkinkan karena pengalaman kejadian negative keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa dirumah. Keluarga mengalami kebinggungan karena hambatan sosial budaya dan lingkungan. Selain itu hal lain yang menjadi penyebabnya adalah actor pendidikan /pengetahuan keluarga yang masih kurang serta actor ekonomi keluarga
Tetapi tidak sedikit juga keluarga pasien yang cukup peduli dan selalu mendukung anggota keluarganya yang menderita gangguan jiwa . Keluarga segera memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk anggota keluarganya, mengikuti perkembangan perawatannya, Keluarga ikut meningkatkan spiritualitas anggota keluarganya, pengawasan keluarga akan kepatuhan minum obat anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa sesuai intervensi petugas medis, keluarga berperan melatih anggota keluarganya untuk berinteraksi sosial dengan lingkungan.
Penerimaan keluarga dapat diartikan berupa prilaku dari keluarga kepada anggota keluarganya yang menderita gangguan jiwa yang ditunjukkan melalui kepedulian keluarga, dukungan keluarga, pengasuhan keluarga, dimana keluarga harus bisa memberikan perawatan yang dibutuhkan oleh anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa sebagai wujud dari rasa kekeluargaan. Keluarga diharapkan belajar cara merawat, pengawasan , memberikan dukungan pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Diharapkan juga peran dan koordinasi / kerjasama lebih dari fihak puskesmas yang juga memiliki program kesehatan jiwa dibantu juga oleh perangkat desa melalui kader-kader kesehatan jiwa untuk lebih mengedukasi kepada masyarakat terkait peran dan tanggung jawab keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa. Semoga tercapai tingkat kesadaran masyarakat yang optimal, InsyaAllah, Aamiin. Semoga bermanfaat.
Daftar Pustaka :
https://www.psychosocial.com/article/1869/unair .Telaah penerimaan keluarga pasien skizofrenia.