APA JADINYA BILA ANTIBIOTIK TAK DIHABISKAN?

Ketika memeriksakan kondisi kesehatan ke dokter, terkadang kamu diberi obat jenis antibiotik. Saran yang kamu dapatkan biasanya sama, yaitu antibiotik harus kamu minum sampai habis, sementara tidak demikian pada jenis obat lainnya yang turut diresepkan bersamaan. Seringnya, yang terjadi adalah kamu tidak meminumnya sampai habis karena sudah merasa sehat. Padahal, kamu diharuskan untuk tetap minum antibiotik ini meski tubuh sudah merasa sembuh dan kembali sehat. Sebenarnya, mengapa obat antibiotik harus dihabiskan? Apakah ada dampak negatif yang muncul ketika seseorang tidak menghabiskan obat antibiotik yang diresepkan?Apakah kita pernah bertanya-tanya kenapa antibiotik harus habis? Memangnya kenapa kalau nggak habis? Dengan ini mari kita menguak mengenai kasus ini. Walaupun kedengarannya sepele, efek yang timbul akibat antibiotik yang tidak dihabiskan bisa fatal lho! Biar kita juga nggak asal kalau minum obat, yuk, kita pelajari sama-sama!

Antibiotik adalah kelompok obat yang digunakan untuk mengatasi dan mencegah infeksi bakteri. obat ini bekerja dengan cara membunuh dan menghentikan bakteri berkembang biak di dalam tubuh.Jika digunakan secara tidak tepat ,antibiotik bisa menimbulkan beragam efek samping. Efek samping antibiotik bisa ringan, bisa juga berbahaya dan berdampak luas, misalnya membuat bakteri menjadi kebal.

Setiap obat memiliki kegunaan dan efek samping, tak terkecuali antibiotik. Efek samping antibiotik terjadi sebagai bentuk reaksi yang muncul secara tidak terduga saat mengurangi atau menambah dosis, mengonsumsi antibiotik bersamaan dengan obat tertentu, atau menggunakannya dalam jangka waktu lama.

Efek Samping Antibiotik dari yang Ringan Hingga Berbahaya

Meski demikian, efek samping antibiotik juga kadang bisa muncul pada penggunaan awal atau penggunaan dosis kecil. Beberapa Efek Samping Antibiotik yang Bisa Terjadi. Antibiotik memiliki banyak tipe dan golongan. Secara umum, obat antibiotik bekerja dengan cara membunuh kuman atau menghambat pertumbuhan kuman di dalam tubuh.

Masing-masing tipe dan golongan antibiotik dapat menimbulkan efek samping yang berbeda pada setiap orang. Efek samping yang muncul bisa bersifat ringan hingga berat. Berikut ini adalah beberapa efek samping antibiotik yang dapat terjadi:

1. Gangguan pencernaan

Gangguan pencernaan merupakan efek samping antibiotik yang paling sering terjadi. Gejala gangguan saluran cerna akibat penggunaan antibiotik, meliputi diare, mual, muntah, dan kram perut. Efek samping ini lebih sering terjadi pada penggunaan antibiotik golongan penisilin, cephalosporin, dan fluoroquinolone.

2. Reaksi alergi

Reaksi alergi antibiotik terbilang jarang terjadi. Namun, ketika muncul, reaksi alergi antibiotik biasanya berat dan berbahaya. Sebagian orang yang memiliki reaksi alergi antibiotik dapat mengalami komplikasi berat berupa syok anafilaktik dan sindrom Stevens-Johnson.

3. Infeksi jamur

Penggunaan antibiotik dapat mengurangi jumlah bakteri baik di dalam tubuh. Ketika jumlah bakteri baik tersebut berkurang, maka jamur akan mudah tumbuh. Penyakit infeksi jamur ini biasanya muncul berupa sariawan di mulut, yang disebut kandidiasis oral.

Pada wanita, efek samping antibiotik bisa berupa infeksi jamur vagina yang menimbulkan keluhan gatal dan perih pada vagina, nyeri saat berhubungan intim, anyang-anyangan, hingga keputihan dengan bau tidak sedap.

4. Sensitif terhadap cahaya

Penggunaan antibiotik tertentu, terutama golongan tetrasiklin, dapat menyebabkan Anda lebih sensitif terhadap cahaya, termasuk cahaya lampu dan sinar matahari. Akibatnya, semua cahaya yang Anda lihat akan terasa menyilaukan dan membuat mata tidak nyaman.

5. Gigi berubah warna

Beberapa jenis antibiotik, seperti tetrasiklin dan doksisiklin, dapat menyebabkan efek samping berupa perubahan warna pada gigi yang bersifat permanen jika diberikan pada anak-anak berusia di bawah 8 tahun.

Resistensi Antibiotik, Dampak Tidak Menghabiskan Antibiotik yang Diresepkan

Ternyata, obat antibiotik yang diresepkan dan tidak dihabiskan memicu terjadinya resistensi antibiotik pada tubuh. Meski sudah merasa sehat, bisa saja bakteri yang menginfeksi tubuh masih belum sepenuhnya mati. Nah, sisa bakteri yang masih hidup ini bisa kembali bermutasi dan menginfeksi ulang.  Mutasi ini menyebabkan bakteri menjadi lebih kebal terhadap antibiotik tertentu, seperti antibiotik yang diresepkan padamu atau setara. Infeksi yang terjadi lagi membuat bakteri tidak mati dengan obat antibiotik tersebut. Ini membuat bakteri tersebut menjadi sulit dimatikan, dan berisiko menyebabkan kematian.

Mengapa Resistensi Antibiotik Berbahaya?

Jawabannya karena tidak banyak lagi jenis antibiotik lainnya yang bisa membunuh bakteri yang sudah lebih kuat. Artinya, pilihan yang kamu miliki sangat terbatas. Meski begitu, dampak ini tidak terjadi pada setiap orang yang tidak menghabiskan antibiotik yang diresepkan padanya, tetapi lebih mengacu pada seseorang dengan kondisi medis tertentu.

Tetapi, untuk menentukan apakah seseorang termasuk dalam kategori berisiko tinggi mengalami resistensi antibiotik tidak pernah mudah. Oleh karena itu, lebih baik menghindari dampaknya dengan tetap konsumsi antibiotik sampai benar-benar habis, meski tubuh merasa sehat dan sembuh dari penyakit yang menyerang. Guna mengurangi risiko efek samping antibiotik, pastikan Anda mengonsumsi antibiotik sesuai resep hingga habis dan jangan membeli antibiotik secara bebas tanpa resep atau pengawasan dokter.

Secara umum, antibiotik cukup aman digunakan, asalkan mematuhi petunjuk penggunaan dari dokter. Namun, jika Anda merasakan efek samping antibiotik setelah menggunakannya, berkonsultasilah kembali dengan dokter, terlebih bila efek samping antibiotik yang dirasakan cukup parah dan tidak kunjung reda.Kenapa sih harus dihabiskan? Boleh atau tidaknya berhenti mengonsumsi obat antibiotik harus  tanyakan terlebih dahulu pada dokter. Pada jenis penyakit tertentu, seperti infeksi saluran kemih dan nyeri dada, dokter memberi tahu untuk berhenti jika dirasa penyakit yang menyerang telah sembuh. Namun, jika dokter tidak memberikan informasi tersebut, sebaiknya  tidak menghentikan konsumsi obat ini sebelum benar-benar habis. Tidak lama, biasanya obat ini diresepkan paling cepat adalah selama 3 hari, paling lama satu minggu. Ini, tentu saja sudah menjadi pertimbangan dari dokter tersebut.  Itulah mengapa harus selalu bertanya pada dokter jika berkaitan dengan masalah kesehatan, termasuk jangka waktu konsumsi obat-obatan yang diresepkan. Dokter tidak meresepkan tanpa pertimbangan, jadi sebaiknya tidak mengambil keputusan sendiri untuk berhenti tanpa bertanya lebih lanjut dan meminta pertimbangan dokter.

Kenapa sih harus dihabiskan?

Konsumsi antibiotik pun tidak boleh dihentikan secara mendadak walau gejala infeksi yang dirasakan sudah hilang. Jika obat antibiotik tidak dihabiskan, maka bakteri penyebab infeksi dapat menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut. Sangat penting untuk terus mengonsumsi antibiotik sampai tuntas atau mengikuti petunjuk dokter, meskipun kamu sudah merasa jauh lebih baik. Kalau kamu berhenti di tengah jalan padahal bakteri penyebab penyakitmu masih ada, maka bakteri itu akan bangkit kembali dan akan menjadi lebih kebal atau resisten terhadap antibiotik. Bahaya banget, ‘kan? Hindari pula mengonsumsi antibiotik yang diresepkan untuk orang lain dan jangan memberikan antibiotik Anda kepada orang lain tanpa berkonsultasi dulu dengan dokter.

Penulis: 
Gita Riskika,S.Farm.,Apt
Sumber: 
Apoteker Rumah Sakit Jiwa Daerah

Artikel

02/12/2024 | Gita Riskika,S.Farm.
29/11/2024 | Gita Riskika,S.Farm.
28/11/2024 | Rakhmawati Tri Lestari, S.Psi., M.Psi.
28/11/2024 | Zurniaty, , S. Farm., Apt
26/11/2024 | Ns..Sri Rahmawat,AMK,S.Kep.
18/06/2022 | Gita Riskika,S.Farm.,Apt
30/06/2016 | Wieke Erina Ariestya, S.Kep.Ners
30/11/2022 | Zurniaty, S. Farm., Apt
18/06/2022 | Gita Riskika,S.Farm.,Apt

ArtikelPer Kategori